Minggu, 23 September 2007

Orasi Untuk Pertama Kali

Oleh: Rosyidah Purwo

Sesutu yang tidak pernah terbayangkan olehku adalah berbicara di depan massa yang banyak. Terlebih ketika harus melakukan orasi, mengajak dan memengaruhi orang banyak agar mereka tertarik dan memiliki niat untuk melakukan apa yang menjadi keinginan dan tujuan kita.

Suatu ketika, menjelang dilaksanakannya PILKADES di desa di mana aku tinggal, Banjarsari Wetan, dilaksanakan sebuah kampanye calon kepala desa. Tepatnya tanggal 24 Juni 2007. Waktu itu, jadwal kampanye adalah untuk calon kepala desa dengan lambang ketela dan padi.

Iseng-iseng, sebagai seorang yang bermimpi menjadi penulis lepas yang produktif, aku berniat untuk mengikuti kampanye tersebut. Tujuannya adalah untuk mengamati bagaimana kampanye calon kepala desa dilaksanakan. Barangkali dengan begitu muncul ide yang dapat dijadikan sebagai bahan tulisan.

Ini juga adalah kali pertamanya aku melihat dan mengetahui dengan jelas bagaimana situasi atau kondisi politik terkait dengan pemilihan kepala desa di desa di mana aku tinggal. Sebelumnya aku tidak pernah melihat, dan mengetahui secara jelas (sejak berumur 15 tahun sampai umur 23 tahun aku merantau ke luar daerah untuk belajar).

Di pagi hari menjelang dilaksanakan kampanye, tepatnya pukul 08.00 wib, aku berkunjung ke rumah salah satu calon kepala desa terkuat. Dengan membawa tape recorder, pen, dan blok note (perlengkapan yang selalu dibawa setiap bepergian).

Sampai di sana pukul 08.10 wib. Yah kebetulan jarak rumahku berdekatan.

Kampanye yang awalnya direncanakan start pukul 08.00 wib, diundur menjadi pukul 08.45 wib. Karena para simpatisan dari calon kepala desa dengan lambang ketela, belum selesai melakukan persiapan-persiapan untuk berkampanye.

Di sini berarti ada jeda waktu menunggu yang bisa dibilang lama. Untuk mengisi kekosongan waktu, aku merekam semua kegiatan yang berlangsung.

Di depanku, seorang laki-laki, salah satu dari simpatisan calon kepala desa dengan lambang ketela, tiba-tiba berkata demikian, “Bu, mbak ini dijadikan jurkam saja. Mewakili suara perempuan.” Kata-kata ini ditujukan kepada istri dari calon kepala desa yang ia dukung.

Ternyata kata-katanya mendapat sambutan hangat. Istri calon kepala desa itu berkata, ”ya, ndak papa. Itung-itung mempraktekan ilmu yang sudah didapat.” Untuk itu, ia menunjukku untuk menjadi jurukam (juru kampanye) mewakili suara perempuan. Tentu saja aku sangat terkejut dan bingung.
Terkejut, karena penunjukkan ini terlalu mendadak. Tidak ada persiapan sama sekali. Bingung, karena aku berada dalam dua pilihan. Menolak atau menerima.

Jika menolak, mau ditaruh di mana harga diriku. Mengingat aku adalah seorang mahasiswa. Di desa, biasanya seorang mahasiswa dianggap sebagai orang yang serba bisa. Sebagai orang yang dituntut mampu melakukan segala sesuatu. Apalah jadinya jika aku menolaknya.

Jika menerima, bagaimana aku melakukan kampanye atau orasi? Mengingat aku tidak pernah berorasi di depan massa yang sangat banyak.

Setelah melalui proses pemikiran yang cukup lama, dan meminta pertimbangan dari beberapa teman-teman, saudara, dan orang-orang kepercayaanku, akhirnya aku menerima tawaran tersebut.

Kampanye mulai berjalan. Satu, dua jurkam mulai melakukan orasinya. Dan akhirnya..... tibalah giliranku untuk berorasi.

Detik-detik menjelang orasi, muncul perasaan takut, was-was, gugup dan cemas. Jantung berdegup sangat kencang. Keringat dingin keluar, muka merah. Barangkali jika keadaanku saat itu dishow terlihat menggelikan.

Akhirnya aku melakukan orasi juga. Tak disangka ternyata aku bisa melakukannya. Memang bahasanya masih belepotan. Yah, inilah orasi pertama kaliku.

Perkuat Social Control

Oleh: Rosyidah Purwo

Kasus penganiayaan terhadap praja junior di IPDN, menjadi sorotan media massa elektronik maupun cetak. Kematian Wahyu Hidayat pada tahun 2003, disusul dengan kasus meninggalnya Cliff Muntu secara tidak wajar, dan beberapa kasus kekerasan lain, menghentak banyak kalangan.

Tidak hanya itu, kasus free sex dan obat-obatan terlarang pun masuk juga di dalam tubuh IPDN. Tentunya ini menjadi pukulan bagi berat bagi kampus pencetak calon pegawai negeri sipil ini.

Melihat hal ini, persiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan sebuah putusan untuk memberhentikan selama satu tahun penerimaan praja baru di IPDN. Dengan alasan untuk melakukan penataan ulang sistem pendidikan di IPDN.

Hal ini belum bisa menjamin adanya perubahan di tubuh IPDN, pasalnya budaya kekerasan sudah mengakar kuat di tubuh IPDN. Waktu satu tahun bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan pembenahan dan penataan ulang.

Dilakukan pembubaran pun tidak bisa menjamin hilangnya budaya kekerasan pada setiap diri mahasiswa IPDN. Pasalnya, mereka sudah terbiasa hidup dengan budaya kekerasan selama berada di dalam kampus. Tidak mudah untuk mengembalikan mereka dalam kehidupan yang lebih dinamis tanpa kekerasan.

Barangkali inilah saatnya untuk kembali mengaktifkan masyarakat sebagai bagian dari steak holder pendidikan untuk melakukan social control atau kontrol sosial secara lebih ketat. Munculnya kekerasan yang terjadi di IPDN bisa jadi karena kurangnya kontrol sosial dari masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, kontrol sosial dari masyarakat sangat dibutuhkan sebab dapat meng

Dalam kontrol sosial ini mencakup segala proses, baik yang direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat (mahasiswa IPDN) agar mau mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial masyarakat yang berlaku.

Kontrol sosial ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang menjadi bagian steak holder pendidikan. Jadi, tidak melulu dilakukan oleh instansi terkait atau pemerintah. Namun, masyarakat pun dapat berpartisipasi di dalamnya. Termasuk orang tua siswa atau mahasiswa.

Emoh Susah

Oleh: Rosyidah Purwo

Hari gini cari yang susah. Ke laut aja deeeh!
Barangkali ungkapan semacam inilah yang tepat dipakai untuk menghadapi keadaan hidup seperti sekarang ini.

Banyak orang yang mengatakan bahwa jaman sekarang adalah jaman serba sulit. Segala sesuatu membutuhkan duit. Tak ada duit berarti koid alias mati. Betulkah? Ada benarnya juga. Lihat saja, betapa sulitnya orang mencari pekerjaan. Lapangan pekerjaan semakin sempit, praktis mencari uang juga pasti sangat sulit.

Jaman sekarang, siapa orangnya yang mau hidup dalam keadaan susah. Jujur saja, tak satupun orangnya yang menjawab “saya”, kecuali orang-orang bodoh, barangkali.

Orang hidup di dunia bukan untuk hal-hal yang menyusahkan. Tuhan saja memerintahkan agar umat manusia tidak mempersulit diri untuk menghadapi hidup. Bahkan Tuhan mengancam, jika manusia suka mempersulit diri maka Tuhan tak segan-segan untuk mencabut rahmat-Nya.

Kalam Tuhan itu betul adanya. Sebab Tuhan menciptakan manusia bukan untuk bersusah-susah, melainkan untuk menikmati segala sesuatu yang sudah Tuhan ciptakan di dunia. Rugi sekali jika apa yang ada di dunia ini dibiarkan saja. Apalagi Indonesia yang Tuhan ciptakan dengan begitu indah dan makmurnya.

Bayangkan saja, segala sesuatu bisa tumbuh walau ditanam tanpa perawatan. Kekayaan alam sangat melimpah ruah. Bodoh benar orang-orang yang menyia-nyiakannya.
Permasalahannya adalah kekayaan alam yang begitu banyaknya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Bahkan tak jarang asset-aset berharga milik Negara yang seharusnya dapat dinikmati bersama, menjadi hak milik atas perseorangan.

Sisanya, orang yang jumlahnya beribu-ribu, bahkan berjuta-juta barangkali, hanya gigit bisa jari saja. Alhasil, mereka hidup dalam keadaan tak berdaya. Persaingan hidup yang tidak sehat akhirnya muncul. Tidak di kalangan elit ataupun cilik. Mereka sama-sama berebut “rizki” untuk menghindari hidup yang susah alias sulit.

Segala hal dilakukan guna untuk tetap survive hidup tanpa harus bersusah-susah. Itulah mengapa di jaman sekarang kejujuran sangat sulit sekali ditemukan. Jika dengan jujur—yang pada dasarnya merupakan sikap hidup yang baik—akhirnya hanya akan membawa pada keadaan hidup yang susah.

Maka tak heran jika dalam Ujian Nasional 2007 kemarin, sejumlah guru yang ingin mengungkapkan kasus kecurangan dalam Ujian Nasional, justru menuai kegetiran. Bukannya mendapat pembelaan.

Emoh susah itulah barangkali yang menjadikan kejujuran sangat sulit ditemukan di jaman sekarang. Jika dengan korupsi bisa hidup dengan nyaman dan enak, ngapain pake jujur-jujuran segala.

HARUS ADA BATAS MAKSIMAL

Oleh: Rosyidah Purwo

“Lebaran sebentar lagi...., hari yang dinanti-nanti....” itulah dua bait lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh penyanyi cilik Dhea Ananda. Lagu tersebut bukan sekedar lagu biasa yang keluar dari mulut seorang penyanyi cilik, namun lagu tersebut mengandung makna, barangkali untuk mengungkapkan kebahagiaan menyambut lebaran.

Ya, lebaran atau Idul Fitri merupakan moment yang paling ditunggu-tunggu oleh umat islam di dunia. Lebaran bagi sebagian besar orang boleh jadi merupakan moment yang paling menggembirakan, sebab disinilah saat-saat dimana melakukan ”pesta” setelah satu bulan lamanya melaksanakan puasa ramadhan. Banyak cara yang dilakukan orang untuk mengungkapkan kegembiraan mereka. Salah satunya adalah dengan memberikan parsel.

Mengirim parsel sepertinya sudah menjadi budaya bagi sebagian besar orang, pun dengan para pejabat pemerintah. Tanpa parsel sepertinya lebaran menjadi hampa.
Mengirim parsel sebenarnya bukan sekadar pengungkapan rasa bahagia semata, namun banyak tujuan lainnya, boleh jadi sebagai pengikat tali silaturahim, pengikat tali persaudaraan, ucapan terima kasih, permintaan maaf dan lain sebagainya. Apapun makna dari pemberian parsel itu tidak menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah bagaimana bila pemberian parsel yang dilakukan itu menggunakan uang rakyat?

Sekarang sedikit kita menggunakan ilmu hitung, bila jumlah pejabat yang ada sebanyak dua ratus ribu orang, dan harga satu paket parsel senilai satu setengah juta rupiah. Berapa uang yang akan dikeluarkan? Harus diingat, Indonesia baru saja mendapat bencana alam yang tidak bisa dibilang kecil.

Berapa jumlah korbannya? Bagaimana nasib mereka? Dari pada uang dihamburkan untuk memberikan parsel pada orang yang barangkali sudah lebih dari cukup kebutuhan hidupnya, lebih baik berikan saja pada mereka yang sekarang benar-benar membutuhkan uluran tangan, toh akan lebih bermanfaat.

Barangkali tidak menjadi masalah bila semua pejabat pemerintah memiliki inisiatif seperti yang dilakukan oleh bupati Kebumen. Dengan iuran bersama teman-teman, Rustriningsih membagikan parsel untuk beberapa tukang becak di Kabupatennya. Namun sayangnya masih sedikit pejabat yang memiliki inisiatif seperti yang dilakukan olehnya.

Atau bila tidak ada inisiatif seperti itu, mari gunakan standar maksimal, seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia. Bila Malaysia, negara yang sedikit lebih kaya dari Indonesia memberikan batasan di bawah satu koma dua juta rupiah maka, di Indonesia harus lebih kecil lagi, mengingat perekonomian Indonesia sekarang sedang terpuruk.

Dengan begitu, budaya memberikan parsel yang konon katanya memiliki makna ikatan silaturahim tetap dapat dilaksanakan, sehingga ”nyawa” di hari lebaran tetap ada, walaupun dengan bingkisan parsel yang lebih sederhana. Perlu diingat, sesuatu yang sudah membudaya, tidak bisa dihilangkan sama sekali. Barangkali bisa, namun kemungkinannya sangat kecil.

Istighosah

Oleh: Rosyidah Purwo

Istighosah, merupakan sesuatu yang asing bagi orang kebanyakan. Istighosah pada awalnya berkembang pada masyarakat santri. Lambat laun istighosah merambah pada masyarakat umum, khususnya yang berlatar belakang NU (Nahdlatul Ulama).

Istighosah merupakan sebuah ritual orang muslim. Yaitu berdoa bersama-sama orang banyak dalam suatu tempat yang luas, biasanya lapangan atau masjid besar. Tujuannya adalah meminta pertolongan kepada tuhan agar diberi keselamatan dan kebaikan dalam hidup.

Istighosah biasanya dipimpin oleh seorang ulama, kiai, atau orang yang dianggap masih memiliki keturunan dengan nabi Muhammad saw. Atau biasa disebut dengan istilah habib atau habaib. Mereka akan membacakan doa-doa yang panjang dan lama.

Peserta yang hadir dalam kegiatan itu biasanya menggunakan atribut pakaian warna putih-putih dengan mengenakan jilbab/penutup kepala. Dalam proses pelaksanaannya, peserta diharapakan untuk khusu dalam mendengarkan doa-doa yang dibacakan itu. Tidak jarang peserta yang mengikutinya menitikkan air mata.

Konon ceritanya, dengan istihgosah seseorang dapat merasa lebih dekat kepada tuhan. Hati menjadi merasa lebih tentram, nyaman, dan damai. Beban hidup seolah-olah hilang, perasaan was-was dan khawatir juga dapat hilang. Inti dari istighosah adalah mendekatkan diri kepada tuhan.

Dalam kurun waktu terkhir ini, istighosah menjadi sebuah trend baru dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah menengah yang berbasis agama (baca: madrasah aliyah). Dengan proses yang sama, beberapa sekolah mengadakan istighosah bersama-sama siswa dan guru, ada juga yang mengundang orang tua wali murid. Dengan harapan akan mendapat pertolongan dari tuhan.

Fenomena ini muncul terkait dengan sistem ujian nasional yang dianggap memberikan banyak kesulitan bagi siswa ataupun orang tua siswa. Sistem penilaian yang menyulitkan bagi siswa membuat sebagian besar guru, siswa dan orang tua siswa merasa was-was, khawatir, cemas dan takut, kalau-kalau tidak dapat lulus sekolah.

Memang benar, sistem ujian yang menyulitkan telah banyak membawa efek buruk bagi kondisi kejiwaan siswa. Bisa dilihat berapa banyak siswa yang stres bahkan ada yang bunuh diri akibat sistem ujian nasional 2006 kemarin.

Bertolak dari masalah tersebut, barangkali sekolah-sekolah yang telah berani mengadakan kegiatan istighosah, memiliki harapan yang besar kepada tuhan agar diberi kemudahan dalam menghadapai ujian, atau setidaknya diberi ketenangan.

Memang belum ada sebuah data yang mengungkapkan mengenai efektifitas atau manfaat istighosah terhadap nilai ujian. Namun, barangkali istighosah dapat memberi efek positif terhadap kondisi kejiwaan siswa. Jika memang demikian, perlu juga tradisi ini terus dikembangkan. Mengapa tidak?

Jankiss

Oleh: Rosyidah Purwo

Di tengah hingar-bingarnya musik pop atau modern, keberadaan musik tradisional semakin menghilang alias mati. Sangat jarang masyarakat yang mau untuk mempertahankan atau melestarikan musik tradisional. Namun tidak untuk di Banyumas.

Banyumas, sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah masih memiliki komunitas paguyuban seni kentongan Jankiss. Dengan keterbatasannya paguyuban ini berusaha untuk mempertahankan jenis musik tradisional yang sekarang sudah sangat jarang dilirik oleh masyarakat kebanyakan.

Jankiss merupakan jenis musik tradisional yang muncul baru-baru ini di daerah Banyumas. Berawal dari keprihatinan seorang warga Banyumas bernama
Yiyiet, terhadap para pemuda di sekitar rumahnya yang tidak memiliki pekerjaan tetap, yang hobinya hanya bermain gitar dan nongkrong di warung tanpa tujuan hidup yang tak pasti, muncullah musik tradisional ini.

Para pemuda tersebut dikumpulkan untuk lebih dioptimalkan naluri berkesenian dan berkreasi sebatas kemampuan mereka. Maka terbetiklah ide membuat paguyuban seni kentongan yang tidak terlalu memerlukan modal besar.

Untuk memainkan Jankiss tidak dibutuhkan keterampilan yang khusus. Mereka cukup diberi bekal ketrampilan memukul kentongan dan pelatihan pernafasan. Sebab modal utama kesenian ini adalah nafas.

Kentongan ini dipukul beraturan sehingga memunculkan nada-nada indah untuk mengiringi lagu-lagu jawa atau pun lagu-lagu Indonesia modern. Dalam memainkan musik ini, dibutuhkan minimal 10 orang pemain. Semakin banyak pemain akan semakin baik, sebab dapat memengaruhi bagus tidaknya bunyi perpaduan kentongan yang dihasilkan.

Dalam memainkan musik ini biasanya dipimpin oleh seorang dirigen. Sambil menari dengan gerakan-gerakan lincah, dirigen mengatur irama, dan gerakan. Semua personil tidak melulu memainkan alat musik saja, namun sambil memainkan musik mereka sambil menyanyi dan berjoget.

Mengingat personilnya adalah mereka yang tidak memiliki uang yang cukup, maka untuk mencari modal untuk pengembangan keberadaan musik Jankiss, personil Jankiss sering mengamen di tempat-tempat umum. Kemudian uang dari hasil mengamen itu dipergunakan untuk membeli seragam dan memperbaiki alat kentongan yang sudah tidak layak pakai.

Kegigihan dan rasa optimis dijadikan modal dasar ditengah keterbatasan modal finansial yang mereka miliki. Sampai sekarang, kesenian ini masih bertahan. Berkat kegigihan dan keuletan mereka, keberadaan musik ini semakin melambung.

Sudah sering musik tradisional ini mengisi acara-acara resmi, seperti pernikahan, khitanan. Bahkan peringatan hari besar agama. Bebrapa kali mereka diundang untuk mengisi acara di hotel-hotel yang ada di Banyumas. Beberapa kali Jankiss juga menjuarai lomba kentongan se Banyumas.

Pantas untuk diacungi jempol cara mereka untuk lebih bisa menghasilkan dan mempertahankan karya seni tradisional yang dipadu asrikan dengan lagu-lagu jaman di tengah derasnya arus bentuk kesenian dari barat yang menghantam jiwa kita sekarang.

Berwisata ke Dermaga Wisata Waduk Mrica di Banjarnegara

Oleh: Rosyidah Purwo

Setalah otak dipress untuk menyelesaikan soal-soal ujian, tentunya butuh hiburan dong. Enaknya kemana ya…? Bingung? Nggak usah bingung. Datang aja ke Banjarnegara. Sebuah daerah yang terkenal dengan Dawet Ayu-nya. Dah tahu bukan? Yah, di Banjarnegara, ternyata menyajikan sebuah objek wisata yang tak kalah menariknya dengan objek wisata yang terdapat di daerah lain.

Kenal dengan nama PLTA Panglima Besar Jendral Soedirman? Atau nama Waduk Mrica? Ya, itu dia! Objek wisata Dermaga Wisata namanya. Objek wisata ini berupa pemandangan alam asri yang dipadu asrikan dengan danau buatan atau bendungan. Waduk ini merupakan waduk terbesar di ASIA Tenggara lho. Wow, besar sekali!

Di sini kita dapat menikmati indahnya pemandangan alam dan udara segar pegunungan. Yang menjadi objek wisata utama di Dermaga Wisata adalah Pemandangan alamdan pemandangan air bendungan yang membentang luas sekali seperti danau.

Pada hari libur, objek wisata ini dipenuhi pengunjung. Biasanya adalah mereka para remaja SMA. Untuk masuk ke objek wisata ini, cukup membeli tiket mausuk sebesar Rp. 2000, 00. Murah meriah bukan?

Waduk ini dibangun pada tahun 1982 dan selesai 1987. Lama banget bukan? Dengan memiliki kedalaman 230 meter. Huuu dalam sekaliiii. Nama sebenarnya dari PLTA ini adalah PLTA Panglima Besar Jendral Soedirman. Namun, karena letaknya di desa Mrica, PLTA ini lebih sering disebut dengan PLTA Waduk Mrica

.Pada mulanya tujuan dibangunnya PLTA ini adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Banjarnegara namun, seiring dengan berjalannya waktu, PLTA ini dijadikan sebagai objek wisata selain juga masih digunakan sebagai sumber tenaga listrik di daerah Banjarnegara.

Objek wisata Dermaga Wisata dibuka pada tahun 1989. Bersamaan dengan diresmikannya lapangan Golf yang berada di bagian barat waduk Mrica.

Mengingat luasnya objek wisata ini, alangkah baiknya apabila hendak berkunjung ke lokasi ini menggunakan sepeda motor atau kendaraan pribadi. Dengan menggunakan kendaraan pribadi, dapat mengurangi lelah sekaligus juga dapat berkeliling mengitari waduk.

Jangan takut kecewa, sebab disepanjang waduk disajikan pemandangan alam yang sangat indah dan asri. Kita juga dapat melihat indahnya pemandangan kaki bukit Lawe.

Jika tidak ada kendaraan sendiri, di objek wisata ini juga disediakan jasa angkutan berupa ojek dan becak. Tapi biasanya meraka hanya mengantar dari pintu masuk sampai ke objek wisatanya saja. Untuk menggunakan jasa ini dikenai biaya sebesar Rp. 5000, 00 per orang.

Pintu masuk menuju ke lokasi ini dibagi menjadi dua yaitu pintu masuk utara dan selatan. Sangat mudah untuk menemukan kedua pintu masuk ini sebab letaknya di tepi jalan raya.

Di objek wisata ini juga disediakan spead boat dan perahu bagi mereka yang ingin berkeliling waduk Mrica melalui jalan air. Cukup dengan membeli tiket sebesar Rp. 10.000, 00 untuk spead boat dan Rp. 1000, 00 untuk perahu. Tinggal pilih sesuai selera.

Mengingat besarnya bendungan ini, tentunya kita berpikir, dari mana sumber airnya? Ternyata bendungan ini mengambil airnya dari sungai Serayu. Itu lho, sungai terpanjang di Jawa Tengah. Ada juga sih yang mengatakan mengambil airnya dari mata air di daerah Mrica yang berasal dari lereng pegunungan Dieng. Konon ceritanya mata air ini tidak pernah mengering, meskipun kemarau panjang melanda.

Lapangan Golf dan Hutan Pinus
Berkunjung ke objek wisata ini rasa-rasanya kurang puas jika tidak mencicipi bermain golf. Ya, di objek wisata ini juga terdapat lapangan golf. Lapangan ini dibuka untuk umum. Jadi, siapa saja dapat menggunakannya.

Dengan membayar uang sewa lapangan sebesar Rp. 30.000, 00 kita dapat menikmati bagaimana rasanya bermain golf. Tapi harus membawa peralatan main sendiri sebab pihak pengelola wisata tidak menyediakan.

Di objek wisata ini juga terdapat hutan pinus. Hutan pinus ini sengaja dibuat oleh pihak pengelola PLTA dengan tujuan untuk menghindari terjadinya erosi tanah di sekitar waduk. Pada awalnya, daerah hutan pinus ini berupa lahan pertanian penduduk yang kebanyakan ditanami palawija.

Lelah berkeliling di objek wisata ini, kita dapat menikmati suguhan makanan yang sudah disediakan dikantin-kantin. Ada Bakso, Mi Ayam, Mi Rebus dan lain-lain. Makanan ringan juga disediakan juga di sini.

Jangan kaget jika harganya lebih mahal dengan makanan yang dijual di luar objek wisata ini. Tapi jangan khawatir, meskipun harganya sedikit lebih mahal kita masih tetep bisa kok menikmati makanan di kantin. Tidak sampai mencapai ratusan ribu. Nah, bagaimana? Siap untuk berlibur?

Kekerasan Pada Perempuan dalam Poligami

Oleh: Rosyidah Purwo

Akhir-akhir ini marak pemberitaan seputar pemberian anugrah “Poligami Award” terhadap para suami yang dinilai “sukses” berpoligami. Wacana yang dikembangkan adalah adanya dikotomi poligami yang baik dan benar atau sesuai dengan 'ajaran' Islam dan sebaliknya poligami yang tidak baik atau tidak murni sesuai syariat.

Wacana ini disatu sisi hanya mengekspos bagaimana poligami dilakukan oleh mereka yang berpoligami, tanpa sama sekali mempertimbangkan perspektif perempuan sebagai korban poligami.

Disisi lain dikotomisasi baik-buruk, benar-salah dalam berpoligami mengaburkan masalah mendasar dari institusi poligami itu sendiri sebagai praktek diskriminasi dan kekerasan terhadap salah satu kelompok atas dasar perbedaan jenis kelaminnya.

Pada dasarnya poligami diperbolehkan baik dalam agama ataupun budaya tertentu. Beberapa agama membenarkan dilakukannya poligami. Hal itu dikuatkan pula dengan ketentuan yang kemudian dijadikan dasar pembenaran (legitimasi) bagi laki-laki untuk melakukan poligami dan bahkan dijadikan penguatan bagi perempuan untuk menerima suaminya berpoligami.

Ketentuan tersebut adalah UU No. 7 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 3 ayat 2 yang menyatakan: Pengadilan dapat memberi ijin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Artinya seorang suami boleh memiliki istri lebih dari seorang.

Namun bukan berarti poligami diperbolehkan untuk semua orang, dalam artian yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melakukan poligami. Akan tetapi ketentuan ini telah banyak disalah gunakan bagi kaum laki-laki.

Alasan yang digunakan lebih banyak pada masalah yang tidak prinsipil. Menyelamatkan perempuan dari kemaksiatan, alasan memperoleh pahala dari tuhan dan yang lainnya.
Jika demikian, maka poligami akan lebih banyak menindas dan menganiaya kaum perempuan. Padahal Nabi Muhammad SAW saja sangat selektif dalam melakukan poligami. Artinya, ketika Nabi akan berpoligami, maka dirinya melihat dulu bagaimana kondisi permpuannya. Ia seorang yang teraniaya, rendah derajatnya, janda mati, yatim piatu atau justru sebaliknya.

Mekanisme beristeri lebih dari satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.

Pada kasus pernikahan lebih dari satu wanita yang dilakukan Nabi SAW, sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Namun menikahi wanita lebih dari satu hanya dibenarkan secara syar’i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman.

Dalam Pasal 3, 4 dan 5 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pada pokoknya menyebutkan bahwa seorang suami boleh beristri lebih dengan izin Pengadilan. Izin ini dikeluarkan bila istri yang bersangkutan sakit dan tidak dapat melayani suami, tidak dapat memiliki keturunan atau tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri karena alasan lain. Ini berbeda sekali dengan apa yang talah dilakukan oleh Nabi.

Pernyataan pasal tersebut mencerminkan bahwa perkawinan semata-mata ditujukan untuk memenuhi kepentingan biologis dan kepentingan mendapatkan ahli waris/keturunan dari salah satu jenis kelamin, dan diiringi dengan asumsi bahwa salah satu pihak tersebut selalu siap sedia atau tidak akan pernah bermasalah dengan kemampuan fisik/biologisnya.

Hal ini menunjukkan bahwa poligami pada hakekatnya merupakan bentuk pengunggulan kaum laki-laki dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk melayani suami.

Ini bisa terlihat dari alasan yang dapat dipakai oleh Pengadilan Agama untuk memberi izin suami melakukan poligami (karena istri cacat badan, tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak dapat melahirkan keturunan).

Jika demikian alasan yang digunakan, jelas poligami lebih banyak membawa kerugian bagi perempuan sebab, perempuan menjadi merasa inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.

Hal ini sudah mengarah pada bentuk rindak kekerasan pada perempuan yaitu adanya kekerasan secara seksual dan psikologis.

Pilihan monogami-poligami bukanlah sesuatu yang prinsip. Yang prinsip adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar syariah, yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan (mafsadah).

Dan manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai-nilai prinsipal dalam kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya perempuan diletakkan sebagai subyek penentu keadilan. Ini prinsip karena merekalah yang secara langsung menerima akibat poligami.

Kurikulum Sekolah Memuaskan, Tapi…..

Oleh: Rosyidah Purwo

Ngomong-ngomong mengenai kurikulum sekolah…., bagaimana ya….? jika dipikir-pikir, kurikulum sekolah sekarang sangat bagus. Sebab sudah mulai memperhitungkan adanya perbedaan budaya kita.

Kurikulum sekarang juga lebih menyenangkan, sebab siswa dituntut untuk lebih kreatif. Dengan begitu berarti prestasi siswa tidak dipandang hanya dari segi satu aspek saja, namun tiga aspek sekaligus. Kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Tapi sayang, saat ujia tiba, mengapa kelulusan siswa hanya diambil dari satu aspek saja ya…jika begitu, sia-sia dong siswa mengikuti kurikulum selama tiga tahun lamanya, kalau pada akhirnya kelulusan hanya ditentukkan oleh satu aspek saja. Bagaimana nih…

Laporan Perjalanan Semarang, Nusakambangan, Kebumen

By: Rosyidah Purwo

Tujuan wisata jama’ah Arridlo yang diketuai oleh mbah Gito mengadakan kunjungan wisata atau lebih sopannya adalah kunjungan ziarah ke petilasan Syekh Subakir di Goa Ratu Cilacap.

Berangkat dari Semarang tepat pukul 00.00 wib. Pada pukul 04.30 wib rombongan sampai di hotel Graha Baru di Kebumen. Di sana rombongan melakukan sholat subuh berjamaah, mandi, dan makan pagi. Makan pagi dengan menu adalah mi goreng, ayam goreng Kentucky, dan sop. Ditambah dengan minum teh hangat. Selama satu jam lamanya rombongan beristirahat di sana.

Rombongan melakukan perjalanan kembali tepat pukul 07.00 wib dan sampai di dermaga Wijayapura pada pukul 11.15 wib. Dermaga Wijayapura adalah pintu masuk pertama untuk menuju ke Nusakambangan.

Sampai di sana kami tidak dapat masuk ke nusakambangan, dengan alasan sudah ditutup untuk umum semenjak ada tsunami. Jika hendak ke sana memerlukan surat ijin terlebih dahulu.

Kemudian sebagai gantinya, kami mengalihkan tujuan objek wisata ke wisata Bahari Cilacap. Bagi saya tidak ada ruginya sebab saya dapat memperoleh banyak pengetahuan dari wisata Bahari ini. Dengan menggunakan kapal Mentari yang berlantai dua dengan jumlah kursi kurang lebih lima puluh, kami menyususri wisata bahari kurang lebih selama satu jam.

Dengan dipandu oleh guid yang berupa suara kaset, kami menikmati wisata ini sambil serius mengdengarkan petunjuk atau keterangan-keterangan yang diberikan oleh guid. Agak kecewa memang sebab, terkadang keterangan-keterangan tersebut tidak pas atau tidak tepat dengan objek yang dilihat.

Di wisata Bahari ini kita akan melihat dermaga Sodong. Yaitu pintu masuk ke dua menuju pulau Nusakambangan. Dermaga Sodong ini dapat dicapai dengan menggunakan kapal verry atau kapal kecil macam Mentari. Di dermaga Sodong ini dapat ditemukan beberapa toko-toko kecil penjual makanan, minuman, makanan kecil, tanaman hias.

Bagi yang hendak masuk ke Nusakambangn, namun belum memiliki bekal yang cukup, diharapkan membeli bekal di dermaga Sodong, sebab jika sudah masuk ke Nusakambangan tidak akan bisa ditemui took-toko penjual makanan.

Di wisata Bahari kami dapat melihat penambangan pasir, kilang minyak terbesar di Asia Tenggara, perahu-perahu besar pengangkut barang-barang ekspor impor (beras, gula, ikan, kayu, pasir, minyak dll).

Diperlihatkan pula mengenai bahan baku / mentah dari pembuat semen yang diproduksi di Indonesia. Hampir 87% bahan baku tersebut diambilkan dari pulau Nusakambangan. Bahan pokok pembuat semen ini berwarna kuning.

Nusakambanan sebagai pulau yang memiliki potensi alam berupa bahan baku pembuat semen telah dikontrak selama 200 tahun oleh pabrik semen. Diperlihatkan juga mengenai mesin penghancur batu-batu untuk dijadikan semen.

Diperlihatkan pula mengenai perumahan yang digunakan sebagai tempat untuk menampung siswa-siswa dari…….yang mana nantinya jika mereka hampir mendekati masa lulus mereka akan diuji di pulau Nusakambangan selama tiga hari tiga malam tanpa dibekali apapun. Hanya korek api, minyak gas, dan tali.

Di sana mereka disuruh membebaskan sandera. Yaitu seorang petugas keamanan di Nusakambangan yang disekap di suatu ruangan LP dengan berbagai macam rintangan.

Kami menemukan istilah baru terkait dengan kelautan yaitu bui yaitu berupa menara pendek berwana merah dan hijau yang mana jika waktu malam akan menyalakan lampu sesuai dengan warna dari menara itu. Jika di darat alat tersebut dinamakan rambu-rambu. Ini berfungsi sebagai rambu-rambu bagi kapal pada waktu mala.

Dengan hanya membayar Rp 9000, 00 - Rp. 10000, 00 per orang, kita dapat menikmati wisata ini dengan santai dan nyaman. Ber 35 kami menikmati wisata Bahari ini. Setelah selama satu jam kami berkeliling menikmati wisata Bahari dengan kapal Mentari, kami melanjutkan perjalanan ke Benteng Pendem.

Benteng Pendem
Benteng Pendem merupakan benteng peninggalan Belanda yang digunakan sebagai benteng pertahanan pada masa perang. Dikatakan benteng Pendem karena benteng ini terpendam di bawah tanah. Luasnya bias mencapai……km.

Melihat dari dekat keadaan benteng Pendem sungguh memprihatinkan, sebab benteng ini terlihat tidak terawat. Dinding-dindingnya terlihat mulai menghijau karena lumut. Juga adanya goresan-goresan tangan jahil pengunjung.

Benteng pendem sekarang lebih banyak dijadikan sebagai objek wisata alam, bukan sebagai objek wisata sejarah.

Memang masih adanya beberapa pohon-pohon besar, dan beberapa tanaman-tanaman perdu membuat lokasi benteng Pendem sangat nyaman untuk dijadikan objek wisata. Taman bermain, gazebo, sekarang dapat dijumpai di sini.

Melihatnya membuat kepala berpikir bahwa betapa kuat dan kokohnya pasukan belanda saat itu. Betapa moderennya orang-orang Belanda pada masa itu. Ya, sebab beberapa barak yang ditemui menunnjukkan adanya hal itu.
Barak pengobatan,………..

Andaikan wisata bersejarah ini endapat perhatian yang cukup dari pemerintah, mungkin nasib benteng Pendem tidak seperti sekarang. Kusam, berlumut, dan tak terawat.

Memang jika dilihat ke dalam-dalamnya kelihatan bersih, namun, sepertinya bersihnya ini adalah karena adanya pengujung yang masuk secara berkala dan berganti-ganti sepanjang tahun.

Di loka wisata ini dapat ditemui wisata belanja barang-barang antik dari kerang. Sepanjang jalan masuk menuju ke benteng pendem terdapat banyak sekali toko-toko yang menjual barang-barang antic yang terbuat dari kerang. Gorden, gantingankunci, guci, bros, manik-manik, kalung gelang, boneka dan masih banyak lagi yang lainnya.

Di loka wisata ini kita dapat melihat keberadaan teluk penyu yang terlihat kotor. Di sini kita dapat dapat menikmati pemandangan alam berupa laut lepas dengan berdiri kokoh di sebelah kananya, pulau Nusakambangan. Jika kita melihat ke arah kiri, maka kita dapat menikmati leut lepas yang hanya disekat oleh langit putih. Melihatnya, mata kita seperti dibius untuk tetap melihat ke sana.

Di pantainya di dapati beberapa perahu-perahu kecil penangkap ikan milik nelayan.

Jangan Takut Kelaparan
Berbeda dengan di Nusakambangan. Bagi pengunjung yang kehabisan bekal, jangan takut kelaparan sebab di loka wisata ini tersedia banyak sekali penjual makanan baik yang keliling maupun berupa warung makan.

Sayangnya untuk menuju ke loka wisata ini kita harus emebawa kendaraan sediri sebab tidak ada kendaraan yang menuju ke objek wisata ini. Ada kendaraan satu-satunya yaitu becak. Dengan naik becak kita hanya ditarik ongkos sebesar Rp. 5000, 00. Jika tidak igin naik becak, dapat ditepuh dengan cara berjalan kakai. Namun dapat cukup melelahkan.

Akan tetapi jangan khwatir, sebab disepanjang jalan menuju ke loka wisata ini kita disuguhi pemandangan yang cukup menarik yaitu bentangan laut yang luas, kilang minyak, penjual-penjual souvenir.

Diobjek wisata ini, kami menghabiskan waktu kurang lebih selama 1 ½ jam. Setelah berkeliling mengitari benteng Pendem, rombongan melanjutkan perjalanan ke objek wisata Goa Jatijajar di Kebumen. Mebutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Di tengah perjalanan rombongan berhanti untuk melaksanakan sholat ashar dan dzuhur berjamaah.

Goa Jatijajar
Sampai di objek wisata ini kurang lebih pukul 16.30 wib. Sampai di sini hari sudah mulai gelap.Maka niat untuk mengambil gambar-gambar yang berada di luar goa, saya urungkan. Sebab menurut informasi salah satu dari teman kami, gambar yang diambil bisa jelek karena pencahayaannya tidak mendukung.

Goa Jatijajar terletak di Kebumen. Terletak 21 kilometer ke arah selatan Gombong, atau 42 kilometer arah barat Kebumen. Gua Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur. Objek wisata ini sungguh sangat menarik. Pegunungan kapur ini memanjang dari utara dan ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung.

Folklor
Gua Jatjajar ini pada jaman dahulu merupakan tempat bersemedi Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit. Cerita Raden Kamandaka ini kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung. Visualisasi dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam goa itu.

Goa ini telah ada sejak tahun….ada mitos atau cerita bersejarah pada masa ………….

Sampai di mulut goa, kami disuguhi pemandangan yang cukup menakjubakan.
Untuk masuk ke dalam goa terlebih dahulu harus menyususri jalan setepak yang cukup menanjak. Mulut goa yang menganga lebar sepertinya sudah siap-siap untuk menerkam dan melumat kita. Sebagai fenomena alam, goa ini tidak kalah menariknya dengan goa-goa lainnya yang memiliki stalagmite dan stalagtit.

Setelah mendengar cerita dari guide kami berdoa memuji keagungan tuhan dengan kuasanya yang telah membuat sebuah keajaiban alam, goa Jatijajar. Sambil melihat stalagtit yang berdiri kokoh di depanku, aku mengucap tasbih dan tahlil berulang-ulang. Memuji keagungan Tuhan.

Melihat kokohnya stalagtit dan stalagmite yang berdiri kokoh aku berpikir bahwa ‘otak manusia yang bodoh jika belajar terus menerus maka lama kelamaan dia akan seperti stalagtit atau stalakmit. Hanya dari tetesan-tetesan air kecil-kecil bias menjadi sebuah gundukan batu yang besar dan kuat. Begitupun dengan manusia. Atau dengan diriku. Suatua saat jika aku terus menerus belajar untuk menulis dan istiqomah serta disiplin, aku pasti bias menjadi seperti sstalagmit dan stalaktit. Tumbuh besar, dipuji orang, dikagumi, dan diburu. Itulah aku suatu saat yang akan dipuji, dikagumi, dan diburu sebagai seprang penulis jika aku belajar terus menerus.’


Di dalam goa ini terdapat dua sendang yaitu sendang mawar dan sendang Kantil. Menurut kepercayaan masyarakat, kedua sendang ini memiliki kelebihan. Sendang mawar, konon ceritanya dapat membuat awet muda. Sedangkan sendang Kanthil dapat membuat seseorang cepat dapat jodoh.

Kedua sendang ini merupakan sumber mata air yang sangat potensial karena tidak pernah mengalami kekeringan walau musim kemarau sekalipun. Sumber mata air ini adalah berasal dari Puserbumi untuk sendang Mawar dan untuk sendang Kanthil berasal dari sumber Jombor.

Air yang mengalir dari kedua sendang ini mengalir menjadi satu aliran menuju pada sebuah kolam besar yang mana sekarang kolam tersebut tidak lagi menunjukkan bahwa itu adalah sebuah kolam. Namun tidak lebih seperti sebuah sungai yang menglir dengan airnya yang jernih.

Di objek wisata ini kita disuguhi pemandangan alam yang damai dan nyaman. Udara gunung yang segar masih dapat dinikmati di objek wisata ini. Tapi hati-hati di objek wisata ini, jika penerangan sedang tidak ada alias mati lampu maka bersiap-siaplah untuk menelusuri jalan dengan gelap mata. Apalagi jika tidak dibantu dengan penerangan sinar dari senter.

Panjang goa ini kurang lebih 25 km. Dan dalamnya 40 meter. Untuk menyusurinya membutuhkan sedikitnya waktu 1 jam. Di objek wisata ini kami dibantu oleh seorang guide yang siap menemani dan memberikan cerita-cerita seputar goa Jatijajar.

Sampai di luar goa waktu sudah menunjukkan mahgrib Maka kami bercepat-cepat untuk melaksanakan sholat maghrib yang dijamak dengan isya setelah sebelumnya kami berwudlu di sendang Mawar dan sendang Kanthil. Setelah melaksanakan sholat jamaah bersama kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang hujan besar mengguyur bus yang kami naiki. Suasana hening menjadi teman perjalanan setelah hamir sehari penuh melakukan perjalanan wisata. Maka masing-masing berada dalam dunia mimpinya.


Pukul 19.30 rombongan sampai di hotel Graha Baru. Di hotel Graha Baru kami makan malam dan istirahat. Di sana kami disuguhi menu yang cukup membuat perut menjadi lapar. Mi goreng, guramih goreng, capcai, tumis tahu ayam. Ditambah dengan minuman teh hangat dan pencuci mulut yaitu semangka. Di tengah hujan besar, dengan ditemani lagu-lagu jawa, masing-masing terlena dengan makanan dan suguhan musik-musiknya.

Setelah perut kenyang, pikiran tenang, dan tentunya dengan badan yang lelah kami melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing. Dengan membawa perut yang kenyang, pikiran tenang, dan tubuh yang lelah ditambah dengan suasana bus yang tenang, kami terlena dalam tidur. Tak terasa sudah sampai di rumah.

Jam 02.00 wib kami sampai di pondok.
Aku menulis ini tanggal 07 April 2007 jam 02.30 sampai jam 04.18 wib.
Selesai!

Lemahnya Hukum di Indonesia

Oleh: Rosyidah Purwo

Lemahnya hukum terhadap program acara televisi, telah membuat beberapa stasiun televisi swasta, dengan semaunya sendiri menayangkan program-program acara yang dinilai kurang pas untuk dikonsumsi masyarakat. Smack Down, misalnya.

Smack Down, merupakan salah satu program acara televisi swasta, Lativi. Program ini merupakan program unggulan, sebab perolehan ratingnya cukup tinggi. Namun dengan adanya acara ini banyak kasus tindak kekerasan muncul di kalangan anak-anak. Karena acara tersebut, banyak siswa selalu mempraktekkan gerakan smack down.

Adanya kasus-kasus kekerasan yang muncul pada anak-anak, mengundang banyak reaksi dari berbagai kalangan masyarakat dan LSM. Komisi Perlindungan Anak Indonesia, salah satunya.

Ibarat nasi telah menjadi bubur. Reaksi mereka telah terlambat, sebab kasus kekerasan di kalangan anak-anak telah banyak muncul. Walaupun dari pihak KPAI sudah sering memberikan himbauan kepada stasiun-stasiun televisi agar tidak menayangkan program acara yang tidak mendidik anak-anak, tetap saja pihak satasiun televisi menayangkannya. Upaya untuk mengejar rating serta mendapat keuntungan, dijadikan alasan bagi mereka. Namun sayang, himbauan itu telah terlambat.

Tayangan ini jelas telah melanggar Undang-Undang (UU) No 32/2002 tentang Penyiaran pasal 36 karena mengumbar kekerasan. Pasal tersebut antara lain menyebutkan, isi siaran dilarang menonjolkan kekerasan.

Sementara itu, pasal 57 mengatur bahwa pelanggaran pasal tersebut dikenai sanksi lima tahun penjara dan atau denda Rp10 miliar untuk penyiaran televisi. Walaupun begitu, pihak stasiun televisi sepertinya tidak mau tahu. Mereka tetap saja menayangkan acara-acara semacam itu.

Seharusnya stasiun televisi tidak hanya mengejar rating tayangan namun juga memiliki kepedulian sosial, khususnya dalam melindungi anak-anak agar tidak memiliki imajinasi pornografi dan melakukan kekerasan kepada orang lain. Jika demikian itu sama artinya mereka tidak peduli terhadap masa depan bangsa Indonesia. Sebab mereka telah mencekoki generasi penerusnya dengan tayangan-tayangan yang tidak edukatif sama sekali.

Hendaknya Lativi mencabut dan menghentikan tayangan smack down. Selain sudah banyak korban yang berjatuhan, tayangan itu sama sekali tidak memiliki nilai mendidik bagi pemirsanya. Acara tersebut jelas-jelas berdampak buruk terhadap perilaku anak-anak di tanah air

Kini, sudah tidak ada alasan untuk tidak menghentikan tayangan-tayangan yang tidak mendidik tersebut karena sudah ada jatuh korban, yakni anak-anak yang seharusnya membutuhkan tayangan yang mencerahkan jiwanya.

Lahan Subur

Oleh: Rosyidah Purwo

Suatu ketika, saat mudik liburan akhir semester, di Terminal Bus Purwokerto, terlihat seorang anak kecil, kurang lebih berumur tujuh tahun, merengek-rengek kepada ibunya.

“Ibu, belikan aku baju sekolah, buku, sepatu. Besok aku mau sekolah!” Rupa-rupanya sang anak meminta dibelikan tas sekolah, baju sekolah dan buku. Sebab dia akan masuk sekolah setelah libur semesteran.

Ini adalah sebuah permintaan yang sangat wajar dan lumrah bagi seorang anak kepada orang tuanya. Sayangnya permintaan tersebut tidak mendapat respon baik oleh ibunya. Alasannya adalah hal yang sangat klasik, tidak memiliki uang.

Barangkali sang anak merasa takut keinginannya tidak dipenuhi. Dengan enteng dan wajah tanpa dosa si anak kecil berkata, ”jadi babi ngepet saja seperti yang di TV, nanti ibu cepet kaya. Uangnya banyak.”

Melihat kasus di atas, rasa-rasanya kita perlu berpikir seribu kali, mengapa di dalam pikiran anak sekecil itu sudah terbesit pikiran semacam itu? Barangkali jika dijawab, itulah korban

Sinetron religi sedang menjamur dalam dunia pertelevisian Indonesia. Bak cendawan di musim hujan.

Menjamurnya sinetron religi ini merupakan nilai positif tersendiri bagi dunia persinetronan. Ini berarti industri persinetronan mengalami perkembangan.

Hampir di setiap chanel, ditemukan penayangan sinetron yang berbau religius. Sepertinya setiap stasiun televisi, swasta ataupun milik pemerintah, tidak pernah alpa untuk menayangkannya.

Munculnya sinetron religius ini, di satu sisi memiliki nilai positif. Karena dapat dijadikan sebagai media untuk menyadarkan kembali (keberadaan Tuhan) kepada masyarakat yang barangkali selama ini telah terlalu lama terlena dalam hingar-bingar kehidupan dunia.

Di sisi lain, sinetron ini meberikan dampak buruk. Kasus mistisisme dan kekerasan dalam sinetron teramat banyak. Ini bisa menjadi semacam media sosialisasi terselubung terhadap pelestarian mistisisasi dan tindak kekerasan.

Misalnya, karena terlalu sering melihat bagaimana para aktor atau aktris dalam sinetron religi, begitu mudahnya menyelesaiakn persoalan, dengan mendatangi dukun, atau didatangi dewa penolong, masalah selesai.

Atau, melihat bagaimana para aktor atau aktris yang memerankan tokoh teraniaya diperlakukan dengan kasar dan aniaya oleh pemeran yang lebih kuat. Konsumen (penonton) jadi ikut-ikutan meniru hal yang demikian.

Bagaimanapun hal-hal semacam itu harus segera diatasi. Jika tidak, bisa jadi akan memunculkan berbagai dampak negatif. Sedikit atau banyak, konsumen atau pemirsa akan menyerap pesan-pesan yang disampaiakan melalui sinetron. Baik itu hal yang baik atau buruk.

Melihat hal semacam itu, sinetron religi seolah-olah menjadi semacam lahan subur terhadap penanaman nilai-nilai mistis dan kekrasan dalam masyarakat.

PERSIDEN HARUS TEGAS

Oleh: Rosyidah Purwo

Unit Kerja Presiden Untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Keppres No 17 tahun 2006 menjadi pembicaraan utama di dalam negeri belakangan ini. Pro-kontra muncul sejak awal pembentukkannya.

Belakangan ini Pro-kontra itu tampak makin tajam. Sebagian pihak menginginkan unit itu dibatalkan, sebagian yang lain menyarankan agar lembaga itu dipertahankan atau direvisi tugas dan tata kerjanya. Polemik itu tentu sangat mempengaruhi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden Yudhoyono semetinya tegas dan tegar terhadap kritik atas putusannya membentuk UKP3R. Mengingat tugas Pembentukan UKP3R ini adalah untuk membantu Presiden dalam mempercepat upaya penegakan hukum.

Lingkup tugas UKP3R tergolong tidah mudah. Di antaranya membidik koruptor kelas kakap yang selama ini tidak bisa disentuh. Diharapkan Unit Kerja ini bisa benar-benar efektif dalam menyeret para pelaku kejahatan yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Mengingat lingkup kerjanya yang demikian itu maka, presiden SBY tidak boleh menyerah hanya karena pro-kontra yang muncul. Presiden harus bersikap tegas dan jangan ragu untuk melanjutkan keberadaan UKP3R, meski ada tekanan dari kekuatan politik lainnya, karena rakyat akan mendukungnya.

UKP3R sudah dibentuk, tidak perlu dibubarkan atau diberhentikan. Biarlah unit ini bekerja sesuai dengan tugasnya. Mengingat agenda reformasi masih banyak menanti di depan. Jangan biarkan masyarakat yang sudah “bosan” ditambah semakin "bosan" dengan pembentukan lembaga-lembaga baru yang tidak jelas kemana jalan mereka.

Kini UKP3R harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa unit ini mampu untuk melakukan keadilan. Tidak perlu ada pembubaran, sayang uang Negara yang sudah dikeluarkan untuk pembiayaan pembentukan unit ini, apabila harus dibubarkan.

UKP3R tidak akan merugikan rakyat, sebaliknya malah akan menguntungkan rakyat. Yudhoyono tentunya berkewajiban memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah memilihnya sebagai presiden. UKP3R harus diberi kesempatan untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No 17/2006, bukannya dibekukan atau direvisi sebelum dilaksanakan.

Kehadiran UKP3R semestinya dilihat secara jernih dan dalam rangka kepentingan jangka panjang, terutama untuk mereformasi birokrasi. Namun, tugas dan kewenangan UKP3R tentunya harus dipertegas. Terlepas dari pro-kontra, polemik UKP3R hendaknya dihentikan, tidak lagi membesar-besarkannya agar Presiden dan Wakil Presiden bisa bekerja lebih optimal lagi untuk rakyat.

Jika kontroversi elit politik terus berkembang, rakyat yang akan menanggung akibatnya. Dengan kata lain, elit politik yang berkonflik dengan mempertaruhkan prestisenya, tapi rakyat yang menanggung akibatnya.

Masih banyak program pemerintah dan langkah reformasi yang harus diperbaiki diantaranya, perbaikan iklim investasi dan pengerakan dunia usaha, reformasi birokrasi, pertumbuhan dan kinerja BUMN serta pengembangan UKM.

Poligami= Penindasan Kaum Perempuan?

Oleh:Rosyidah Purwo

”…nikahilah perempuan-perempuan yang kamu senangi (sebanyak) dua, tiga, atau empat. Jika kamu takut tidak dapat berlaku adil maka nikahilah satu orang (perempuan) saja…”[QS. 4:3].
Kalimat tersebut merupakan kutipan ayat Al-quran yang sering menjadi sumber rujukan poligami.

Akhir-akhir ini, semenjak muncul “kasus” poligaminya AA Gym, masalah poligami menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.

Komentarpun bermunculan seiring dengan berkembangnya masalah tersebut. Banyak yang mengatakan poligami itu sah dan boleh-boleh saja karena agama membolehkan, ada pula yang mengatakan poligami dilarang karena menindas kaum perempuan.

Pada dasarnya poligami diperbolehkan baik dalam agama ataupun budaya tertentu. Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis, karena dianggap sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita

Dalam agama-agama yang ada di dunia, poligami menjadi sebuah ikhtilaf / perdebatan. Agama Hindu tidak melarang maupun menyarankan poligami. Yudaisme, walaupun kitab-kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami.

Agama Kristen, menentang praktek poligami. Gereja-gereja Kristen umumnya (Protestan, Katolik, Ortodoks, dan lain-lain) menentang praktek poligami. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab-kitab kuno agama Yahudi.Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang.

Agama Islam memperbolehkan seorang laki-laki menikahi lebih dari satu sampai empat orang wanita dengan persyaratan laki-laki tersebut harus mampu berbuat adil kepada wanita-wanita yang dinikahi.

QS An-Nisa, 4:2-3 Satu-satunya ayat yang berbicara tentang menikahi lebih dari satu wanita sebenarnya lebih meletakkan pernikahan lebih dari satu wanita pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang.

Beberapa ulama kontemporer, seperti Syekh Muhammad Abduh, Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan (ketiganya ulama terkemuka Al Azhar Mesir) lebih memilih memperketat penafsirannya. Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.

Dengan dasar pemikiran bahwa poligami berbeda dengan hukum pernikahan lebih dari satu wanita yang diperbolehkan dalam Islam, di mana poligami hanya didasarkan pada perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu wanita, namun hukum pernikahan lebih dari satu sampai empat wanita yang ada pada Islam hanya akan terjadi bila pernikahan ini sah hukumnya beserta syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

Lebih jauh, Syekh Muhammad Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar, namun menikahi wanita lebih dari satu hanya dibenarkan secara syar’i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman (Tafsir al-Manar,4/287).

Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya. Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma’âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami.

Dalam sebuah ungkapan dinyatakan: Barang siapa yang mengawini dua perempuan, sedangkan ia tidak bisa berbuat adil kepada keduanya, pada hari akhirat nanti separuh tubuhnya akan lepas dan terputus. (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 168, nomor hadis: 9049).
Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Nabi SAW menekankan pentingnya bersikap sabar dan menjaga perasaan istri.

Poligami Nabi Muhammad SAW
Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Nabi lebih lama bermonogami dari pada beristeri lebih dari satu wanita.

Saat itu monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap beristeri lebih dari satu wanita adalah lumrah. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau.
Sunah beristeri lebih dari wanita, seperti yang didefinisikan Imam Syafi’i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus pernikahan lebih dari satu wanita yang dilakukan Nabi SAW, sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim.

Menurut kitab Jami’ al-Ushul karya Imam Ibn al-Atsir (544-606H), ditemukan bukti bahwa kehidupan rumah tangga Nabi SAW dengan beristeri lebih dari satu wanita adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi.

Bukti bahwa perkawinan Nabi untuk penyelesaian problem sosial bisa dilihat pada teks-teks hadis yang membicarakan perkawinan-perkawinan Nabi. Kebanyakan dari mereka adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu Bakar RA.

Dalam kitab Ibn al-Atsir, sikap beristeri lebih dari satu wanita yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial (merujuk pada Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 108-179). Mekanisme beristeri lebih dari satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.

Sebaliknya, Nabi membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam beristeri lebih dari satu wanita.

Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali.

Teks-teks hadis beristeri lebih dari satu wanita sebenarnya mengarah kepada kritik, pelurusan, dan pengembalian pada prinsip keadilan. Teks hadis riwayat para ulama hadis terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah.
Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fatimah binti Muhammad SAW, akan dimadu oleh Ali bin Abi Thalib.

“Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga.” (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).

Sudah jelas bahwa poligami pada dasarnya diperbolehkan jika ada sebab-sebab ternentu yang benar-benar darurat. Jika argumen agama akan digunakan, maka sebagaimana prinsip yang dikandung dari teks-teks keagamaan itu, dasar poligami seharusnya dilihat sebagai jalan darurat. Dalam kaidah fikih, kedaruratan memang diperkenankan. Ini sama halnya dengan memakan bangkai; suatu tindakan yang dibenarkan manakala tidak ada yang lain yang bisa dimakan kecuali bangkai.

Pilihan monogami-poligami bukanlah sesuatu yang prinsip. Yang prinsip adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar syariah, yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan (mafsadah).

Dan, manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai-nilai prinsipal dalam kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya perempuan diletakkan sebagai subyek penentu keadilan. Ini prinsip karena merekalah yang secara langsung menerima akibat poligami.

MENGENAL PESANTREN LEWAT SASTRA


Oleh: Rosyidah Purwo

Judul Buku : Santri Lelana
Penulis : Didik Komaidi
Penerbit : P_IDEA
Cetakan Pertama : 2006
Tebal Buku : xxxiv + 144 halaman

Pesantren adalah dunia tersendiri. Ia mempunyai warna dan kekhasannya. Pesantren adalah sub kultur di antara kultur-kultur yang lain. Ia merupakan kultur ideal dari kehidupan keislaman masyarakat pada umumnya.

Karena di pesantrenlah nilai-nilai ajaran Islam senantiasa dilaksanakan dengan ikhlas dan istikomah. Di samping itu, di pesantrenlah banyak hal dan kajian yang muncul. Mulai dari kajian islam, budaya, tasawuf, pendidikan, dan sejenisnya, termasuk sastra.

Di mata orang banyak, kehidupan pesantren identik dengan sesuatu yang kuno, kotor, miskin, dan semrawut. Namun, jika ditilik lebih jauh bagaimana kehidupan dalam pesantren yang sebenarnya, sungguh akan ditemukan suatu realitas kehidupan yang menakjubkan. Pesantren memiliki liku dan seluk beluk tersendiri. Unik, dan mengagumkan.

Kehidupan pesantren telah lama muncul di dalam masyarakat kita. Sejak masa pemerintah kolonial Belanda menjajah Indonesia, pesantren telah ada. Ada yang mengatakan bahwa pesantren merupakan pelopor pendidikan di Indonesia sebelum munculnya lembaga pendidikan resmi pemerintah (SD, SMP, SMA dan PT).

Pendidikan yang diperkenalkan dalam pesantren sangatlah berbeda dengan pendidikan yang di terima melalui instansi resmi pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan non formal, pesantren banyak mengajarkan mengenai pendidikan kemasyarakatan. Adalah, bagaimana santri diajarkan untuk dapat hidup mandiri melalui kreatifitas mereka yang tak dibatasi dengan tetap ada kontrol pengasuh atau kiyai.

Dalam dunia pesantren tidak melulu diajarkan baca tulis dan penguasaan ilmu pengetahuan. Penguasaan dan ketrampilan dalam mengolah kecerdasan Spiritual, dan Emosional juga diajarkan. Kepandaian seorang santri tidak dinilai dari IQ semata, namun SQ, dan EQ, ikut diperhitungkan.

Namun sayangnya, dunia pesantren yang demikian hebatnya jarang dikenal oleh masyarakat umum (awam). Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui secara sekilas saja informasi mengenai pesantren. . Hal ini barangkali yang membuat pesantren menjadi terpinggirkan. Butuh sebuah usaha untuk mengenalkan pada masyarakat akan kehidupan pesantren, namun tentunya tidak mudah.

Surat kabar dan majalah sebagai salah satu media informasi telah banyak yang mengulas mengenai profil-profil kehidupan pesantren, namun karena budaya baca masyarakat yang rendah, menjadikan dunia pesantren tetap saja menjadi hal yang asing dan aneh bagi mereka.

Seorang penulis berbakat yang memiliki back ground pendidikan pesantren, Didik Komaidi, berusaha mengenalkan dunia pesantren melalui bakat menulisnya. Santri Lelana, sebagai karya ciptanya yang merupakan kumpulan dari cerpen-cerpennya, menceritakan mengnai lika-liku kehidupan santri yang belajar di dunia pesantren.

Salah satu cerpennya bercerita mengenai kehidupan seorang santri yang berkelana ke berbagai tempat untuk menimba ilmu. Namun karena sang santri memiliki kekurangan kecerdasan dalam berpikir dan menerima ilmu, ia tak kunjung dapat menguasai ilmu yang telah dipelajarinya. Namun berkat ketekunan dan mental bajanya, sang santri akhirnya dapat menjadi seorang ulama masyhur. Bagaimana lika-liku sang santri dalam menimba ilmu di dunia pesantren sampai ia menjadi ulama masyhur/terkenal? Baca saja dalam Santri Lelana.

Dengan gaya bahasanya yang sederhana, membuat buku ini enak dan mudah untuk dibaca. Kumpulan cerita ini akan banyak mengenalkan kepada publik tentang pesantren. Selamat membaca.

Pentingnya Peran Keluarga


Oleh: Rosyidah Purwo

Judul Buku : Labirin Lazuardi Langit Merah Saga
Penulis : Gola Gong
Penerbit : Tiga Serangkai
Cetakan : Pertama 2007
Tebal Buku : viii+244 halaman


Kecemasan kerap melanda remaja. Ini terjadi karena pada usianya, remaja mengalami pertumbuhan fisik dan mental yang tidak bersamaan. Secara fisik remaja mengalami perubahan yang cepat, tetapi secara psikologis dia masih berada pada masa transisi; setengah dirinya masih kanak-kanak.

Psikologis memandang periode ini sebagai periode penuh gejolak. Pada periode ini remaja memiliki kecenderungan berkonflik dengan orang tua, mengalami perubahan mood yang cepat, dan perilaku beresiko.

Pada masa transisi inilah seorang remaja sedang gencar-gencarnya mencari jati diri yang sebenarnya. Pada masa-masa seperti ini remaja cenderung memiliki hasrat dan keinginan yang tinggi untuk mencoba dan melakukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dianggap asing dan penuh tantangan.

Di sini kontrol sosial sangat diperlukan untuk menjaga agar remaja tidak terjebak ke dalam kehidupan yang ”menyesatkan”. Lingkungan sosial di mana remaja tinggal sangat mempengaruhi sekali terhadap perkembangan psikologis/mentalnya.

Terlebih keluarga. Keluarga merupakan agent pertama bagi terbentuknya kondisi perkembangan psikologis/kejiwaan remaja. Kondisi lingkungan keluarga menjadi sesuatu yang benar-benar perlu diperhatikan. Sebab, pada masa-masa seperti ini, remaja membutuhkan sekali peran asuh orang tua. Orang tua menjadi semacam “police” untuk perkembangan psikologisnya.

Untuk itu, keluarga harus benar-benar mampu mengemban fungsinya demi terciptanya sesosok individu (baca: remaja) yang baik. Kemana remaja akan melangkah/mencari kehidupan untuk dirinya, menjadi jelek atau baikkah seorang remaja, tergantung dari bagaimana pola pengasuhan di dalam lingkungan keluarga.

Tokoh Lazuardi dalam novel berjudul Labirin Lazuardi Langit Merah Saga merupakan cerminan remaja yang mengalami kecemasan. Terluka dengan kondisi keluarganya yang tidak harmonis, dia melarikan kecemasannya pada gaya hidup hedonis, hura-hura, bahkan tergelincir pada narkoba.

Beruntung seorang ”juru selamat” datang padanya. Lazuardi dapat diselamatkan dari kehidupan kelam tersebut. Lazuardi yang baru adalah Lazuardi yang memiliki semangat heroisme. Semangat yang mulai pudar dalam masyarakat. Kepeduliannya pada negeri ini menjadi hero itu sendiri.

Bercermin dari tokoh Lazuardi, mengingatkan bahwa betapa pentingnya kedudukan dan fungsi sebuah keluarga dalam mendidik dan mengasuh anak.

Sebagai sebuah novel, buku ini sangat bagus sekali menjadi sumber bacaan remaja. Di sana akan diperlihatkan bagaimana lika-liku kehidupan seorang remaja yang sedang mencari jati dirinya. Bagaimana arti pentingnya sebuah nilai kebaikan dan kejujuran.

Sayangnya, karena novel ini merupakan novel bersambung, kita belum bisa menikmatinya secara utuh. Jadi, tunggu saja edisi berikutnya, dan berikutnya. Selamat membaca.

UN, Masih Perlukah?

Oleh: Rosyidah Purwo

Ujian Nasional (UN) sudah di ambang mata. Guru-guru di sekolah-sekolah SD, SMP, dan SMA, sudah mulai kebat -kebet, merasa khawatir dan takut kalau-kalau anak didiknya banyak yang tidaklulus. Para orang tua tidak kalah takutnya. Begitupun dengan mereka yang hendak melaksanakan UN.

UN 2006 telah membawa kenangan buruk bagi anak-anak sekolah dan orang tua. Kenyataan bahwa banyak anak yang berprestasi selama di sekolahnya, bahkan yang sudah diterima di sebuah Perguruan Tinggi ternyata tidak lulus, membawa mereka pada sebuah bayangan hidup yang menakutkan, dan masa depan suram yang siap menghadang. Tidak sedikit anak-anak atau orang tua yang stres karenanya.

UN= “Monster” Menakutkan
Berbekal dari pengalaman UN 2006, telah membawa anak-anak sekolah dan orang tua banyak yang merasa khawatir untuk menghadapai Ujian Nasional. Mereka takut kalau-kalau gagal dalam menempuh ujian. Gagal ujian sama artinya dengan hancurnya masa depan.

Beban psikologis, menghantui mereka. Takut dan cemas menjadi teman hidup. Seharusnya adanya UN tidak menjadikan demikian namun, melihat pengalaman UN tahun 2006, menjadikan UN seolah-olah merupakan beban hidup yang yang teramat berat. Seakan-akan UN adalah “monster jahat” yang siap mengambil nyawa kapan saja.

Akibatnya, mereka yang seharusnya belajar dengan tenang untuk menghadapai Ujian, menjadi kehilangan rasa nyaman dan tenang untuk belajar. Jika begitu, bukan penguasaan materi yang didapat, namun tidak lebih dari rasa kawatir, takut, dan cemas.

Menyimpang dari Undang-Undang Sisdiknas
Melihat UN 2006 yang sangat tragis, sebuah media memberitakan bahwa ujian tahun depan akan ditingkatkan kualitasnya. Muncul sebuah pertanyaan, kualitas yang bagaimana?

Sebenarnya bukan masalah kualitas yang perlu dipermasalahkan, namun sistem yang perlu diluruskan.

Melihat sistem UN 2006 kemarin yang mana sistem penilaiannya hanya melihat dari satu aspek saja, jelas sekali pemerintah tidak memperhatikan sistem dan proses pendidikan yang ada. UN hanya diukur dari satu aspek kompetensi kelulusan saja yakni aspek kognitif.
Padahal menurut penjelasan pasal 35 ayat 1 UU Sisdiknas, kompetensi lulusan seharusnya mencakup tiga aspek yaitu aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya melakukan evaluasi terhadap peserta didik.

Padahal, menurut pasal 57 UU Sisdiknas, mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. Jelas sekali pemerintah melanggar UU Sisdiknas.

Hak Guru Dikebiri
UU Sisdiknas telah dilanggar, adalah satu point negatif untuk pemerintah. Tapi pemerintah sepertinya tidak cukup puas hanya dengan menciptakan satu point saja. Lagi-lagi, pemerintah mencetak satu point negatif. Sistem UN telah melakukan pengebirian terhadap hak-hak guru.

Hak guru dikebiri begitu saja dalam hal pengambilan keputusan terhadap rangkaian proses pengajarannya. Dalam proses mengajar diwajibkan guru membuat perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Tetapi hak untuk mengevaluasi tidak diberikan untuk ujian akhir jenjangnya.

Dengan adanya ujian nasional versi pemerintah, mutlak jerih payah siswa selama setahun terakhir sekolah tidak dijadikan pertimbangan sama sekali. Padahal di situlah “rekaman” penting guru tentang kondisi terakhir siswa.

Dari “rekaman” pantauan itu, gurulah yang tahu persis siswa layak lulus atau tidak. Jadi tidak seperti sekarang ini penentuannya hanya diambil pada saat ujian nasional saja. Itupun tidak seluruh mata pelajaran. Sia-sia dong pengorbanan guru selama tiga tahun. Jika demikian, masih perlukah UN diadakan?

Mendulang “Minyak” di Banyumas

Oleh: Rosyidah Purwo

Kretivitas muncul manakala kesulitan menghadang. Ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) harus naik, dan cepat atau lambat akan terjadi kelangkaan, kembali minyak dari pohon jarak pagar (jatropha) dibicarakan, karena bisa dijadikan minyak biodiesel.

Terjadinya krisis energi, khususnya BBM yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan di Indonesia.

Banyumas sebagai bagian dari wilayah Indonesia, memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial. Usaha pertanian merupakan usaha yang sangat potensial saat ini untuk dikembangkan di Banyumas. Karena Banyumas memiliki potensi sumber daya lahan, iklim yang baik dan sumber daya manusia yang memadai.

Kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang cukup, ketersediaan lahan yang masih luas, mendukung kelayakan pengembangan usaha agribisnis. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pengembangan produksi bahan bakar minyak dari jarak pagar.
Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar. Selama ini tanaman jarak pagar hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus.

Secara agronomis, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Banyumas bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis).

Luas lahan kritis di Banyumas sekitar 3.775,12 ha, dengan pemanfaatan yang belum optimal atau bahkan cenderung ditelantarkan. Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak yang mudah tumbuh, dapat dikembangkan sebagai sumber bahan penghasil minyak bakar alternatif pada lahan kritis dapat memberikan harapan baru pengembangan agribisnis di daerah Banyumas.

Lahan Ideal
Tanaman jarak sebagai tanaman yang cukup bandel, dalam arti mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya, menghendaki lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya, yaitu dalam ketinggian 0-2000 m dpl, dengan suhu berkisar antara 18o C - 30o C.
Pada daerah dengan suhu rendah (<> 35o C) menyebabkan gugur daun dan bunga, buah kering, sehingga produksi menurun. Curah hujan antara 300 mm - 1200 mm per tahun.

Ketinggian wilayah di kabupaten Banyumas sebagian besar berada pada kisaran 25-100 M dpl yaitu seluas 42.310,3 Ha dan 100-500 M dpl yaitu seluas 40.385,3 Ha. Iklim Tropis basah dengan rata-rata suhu

udara rata-rata 26,3o C. Suhu minimum sekitar 24,4o C dan suhu maksimum sekitar 30,9o C.
Dengan melihat topografi iklim dan tingkat ketinggian, Banyumas merupakan wilayah dengan lahan ideal untuk dijadikan sebagai areal produksi tanaman jarak pagar. Untuk mendapatkan hasil yang baik alangkah baiknya apabila penanaman dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia.
Butuh waktu satu tahun untuk mendapatkan hasil yang baik bagi tanaman jarak pagar.

”Ladang Emas”
Diperkirakan dengan lahan seluas 20 ha dapat ditanami jarak sebanyak 50 ribu pohon jarak. Dalam setiap pohonnya dapat diperoleh sebanyak 3.5-4.5 kg biji / pohon / tahun. Dalam setiap 1 kg buah jarak dapat menghasilkan minyak sebanyak 1 liter dengan harga tiap liternya Rp. 1.300, 00.

Dengan luas lahan yang dimiliki, Banyumas dapat menghasilkan buah jarak sebanyak kurang lebih 32.088.520 kg / tahun. Apabila dalam setahun dapat menghasilkan buah jarak sebanyak itu, berapa liter minyak biodisel yang dapat dihasilkan? Berapa pula income yang dapat masuk? Luar biasa banyaknya.

Dalam sebuah catatan dilaporkan bahwa kebutuhan solar Indonesia saat ini 460.000 barel per hari ditambah kebutuhan solar untuk rakyat miskin 20%, sebesar 92.000 barel/hari atau 14,6 juta liter per hari. Apabila Banyumas mampu menyuplai seperempat saja dari kebutuhan solar yang ada di Indonesia, banyak sekali uang yang dapat masuk dalam kas daearah.

Jika usaha ini menjadi gerakan nasional, maka bukan mustahil petani Banyumas menjadi penghasil minyak biodiesel. Produknya jelas laku keras, bahkan melebihi komoditas lain, seperti cengkih, tembakau, atau tanaman pangan.

Keuntungan lain yang dapat diperoleh pada budidaya tanaman jarak di antara lain (1) menunjang usaha konservasi; lahan, (2) memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meingkatkan penghasilan kepada petani dan (3) memberikan solusi pengadaan minyak bakar (biodisel).

Kendala
Untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Tentunya ada kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Belum tentu petani Banyumas memiliki greget untuk baralih pada pertanian jarak. Keadaan hidup yang dianggap sudah cukup aman dengan hasil berasnya, menjadi salah satu kendalanya.

Kendala lain juga karena kebanyakan petani di daerah Banyumas adalah petani padi dengan pola pikir yang sederhana. Belum tentu mereka menerima baik ketika program ini dikembangkan.

Petani di Banyumas juga belum memiliki peralatan dan modal yang cukup untuk mengembangkan produksi tanaman jarak pagar ini. Diperkirakan untuk membuatnya bisa dilakukan oleh industri rumah tangga dengan peralatan sederahana seharga Rp 50 juta. Peralatan itu bisa menghasilkan 100 liter per hari. Dengan dukungan 20 ha lahan yang ditanami.

Walaupun tergolong sederhana, harga 50 juta bukanlah kecil bagi petani di Banyumas.

Campur Tangan Pemerintah
Mengingat betapa prospek minyak jarak kedepan benar-benar bagus, tentunya pemerintah Banyumas harus berpikir lebih jauh agar dapat ”menangkap” peluang emas ini.
Pemerintah Banyumas jangan berdiam diri. Melihat kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pemerintah harus urun rembug agar suatu ketika produksi minyak jarak dapat berkembang di Banyumas.

Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat Banyumas kusunya masyarakat petani. Memberi dorongan kepada para pengusaha-pengusaha besar atau penanam modal di daerah Banyumas agar mereka memiliki greget memberikan bantuan modal. Dan pengadaan bibit unggul tanaman jarak pagar sebelum pelaksanaan program

Akan sangat menguntungkan apabila pemerintah Banyumas, dalam jangka penjang merencanakan produksi minyak jarak pagar.

Pencuri Waktu Sejati

Catcil: Rosyidah Purwo

Belajar, atau bekerja dalam sebuah instansi, terkadang menemukan banyak hal yang tidak menyenangkan. Misal selalu dimarahi atasan, dianggap selalu salah dalam melakukan tugas, ditekan, dikambing hitamkan, diteror, dan sebagainya.

Semua hal tersebut merupakan permasalahan dalam hidup. Dikatakan permasalahan sebab, bisa jadi tekanan, amarah, dikambing hitamkan, teror, merupakan hal yang menjadi beban mental, dan pikiran. Tidak hanya itu, terkadang mereka adalah mencuri waktu berharaga kita. Secara tidak sadar, waktu kita telah tercuri banyak oleh permasalahan-permasalahan itu.

Bagi mereka yang bekerja atau belajar yang bernaung dalam sebuah instansi, berhati-hatilah dengan pencuri waktu itu. Jika tidak hati-hati, waktu yang berharga akan tercuri banyak. Tentu saja sering terjadi ketaksadaran, sebab masalah-masalah itu dianggap sebagai hal yang sangat penting. Maka tak heran jika banyak sekali orang yang lalai tanggung jawabnya (pekerjaan dan pelajaran) sebab terus terlarut dalam maslah-masalah tersebut.

Maka dari itu, pandai-pandailah menyikapi masalah dengan baik. Jangan sampai masalah-masalah yang sebenarnya sepele manjadi pencuri waktu berharga kita. Jangan salah, mereka dapat menghancurkan impian, masa depan dan harapan apabila mereka dibiarkan berlarut-larut menggerogoti pikiran, dan hati. Merekalah sebenarnya para pencuri waktu yang sejatinya.

Nah, jika sekarang sudah mengetahui, betapa berbahayanya hidup berdampingan dengan para pencuri itu, hindarkan jauh-jauh mereka dari hidup kita. Jangan sampai mereka menghancurkan masa depan, harapan, dan impian. Jangan beri mereka kesempatan untuk hidup sedikitpun. So, bersahabatlah dengan mereka dengan cara menyikapi dengan positif setiap permasalahan yang hadir disekeliling kita. rosyidah_purwo@yahoo.co.id

Kisah Sejati

Takut Bertanya, Kencing di Kelas

Peristiwa ini terjadi saat aku masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Saat itu aku sedang menerima pelajaran matematika dari guru kelasku bernama pak Sugeng.

Bagiku, pak Sugeng itu seorang guru yang menyeramkan dan galak. Karena setiap kali menyuruh muridnya untuk maju ke depan, ia tidak akan pernah lupa untuk memukulkan tuding (sebuah benda kecil panjang dan halus terbuat dari bambu atau kayu yang berfungsi untuk menunjuk huruf-huruf di papan tulis).

Ia juga selalu memasang muka yang menyeramkan dan galak. Suaranya juga keras. Ini yang membuat aku selalu takut untuk bertanya atau melakukan hal lain di depan pak Sugeng. Hal seperti ini tidak hanya dialami olehku saja, beberapa teman-teman sekelasku juga merasakan hal serupa.

Suatu ketika, saat aku sedang menerima pelajaran dari beliau, tiba-tipa aku ingin sekali buang air kecil. Merasakan hal ini, aku berniat untuk meminta ijin kepada pak Sugeng yang sedang mengajar. Akan tetapi melihat mimik mukanya, aku mengurungkan niat untuk meminta ijin. Aku takut untuk sekadar menanyakan “Pak, bolehkah aku ke kamar kecil sebentar?”

Untuk itu aku memilih untuk menunggu sampai pelajaran selesai. Selama empat puluh menit aku menunggu. Rupa-rupanya kandung kemihku tidak kuat untuk menahan air kencing selama itu. Al-hasil, saat jam istirahat mulai, aku kencing di kelas. Praktis semua teman-teman menertawakanku. Bau pesing memenuhi ruang kelasku. Ini terjadi tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Setiap kali ada materi dari pak Sugeng, selalu saja aku kencing di kelas. Aku jadi malu sekali.

Untuk pak Sugeng aku minta maaf, jika selama satu tahun aku selalu membuat Bapak jengkel. Bukan atas kemauanku, Pak. Untuk semua guru-guru di almamater SD-ku, jangan pasang muka serem dong, kasihan anak didiknya. Jadi takut.



Tanpa Suami, Bukan Berarti Mati
Oleh: Rosyidah Purwo

Hidup menjada bukanlah hal yang menyenangkan. Batin selalu merasa tidak tenang, di mata maysarakat menjadi bahan omongan. Apalagi jika menjadi janda tanpa memiliki bekal (baca: uang) yang banyak, atau pekerjaan yang layak, sudah pasti hidup akan semakin suram. Belum lagi ketika memiliki tanggungan anak-anak. Dapat dibayangkan bagaimana rasanya.

Banyak sekali perempuan-perempuan yang hidup menjanda. Masing-masing memiliki jalan hidup sendiri-sendiri. Ada yang—karena merasa tidak sanggup menafkahi dirinya atau anak-anaknya—mereka menerjunkan diri pada kehidupan yang tidak baik. Menjadi pelacur, mengemis, mencuri dan lain-lainnya. Ada pula yang putus asa sehingga mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Naudzubillahimindzalik.

Menjada bukanlah sebuah pilihan, bukan pula sebuah kesempatan, tapi nasib. Sarlem, nama permepuan itu. Ia adalah ibu kandungku. Sejak 1993 ibuku dicerai oleh bapak. Tiga orang anak hasil dari perkawinan mereka, tinggal bersamanya. Aku dan dua adik perempuanku. Lima belas tahun sudah ibuku menjalani profesinya sebagi single parent (baca: janda).

RORO, NAMA PEREMPUAN ITU

Cerpen: Rosyidah Purwo

“Tidak! Aku tidak menyerah, Ayah. Dia yang memaksaku. Aku melakukannya untuk harga diriku.”
”Baguslah jika begitu. Ayah hanya takut keluargamu hancur.”
”Percayalah pada Roro, Ayah. Roro tidak akan kegabah mengambil keputusan.”
Sinar bulan purnama malam itu menjadi saksi atas mereka. Sepasang anak dan ayah sedang berada dalam pergolakan batin. Hal yang mereka takutkan selama bertahun-tahun akhirnya terjadi.
Perusahaan besar yang telah bertahun-tahun dipimpinnya, akhirnya jatuh di tangan musuh bebuyutannya. Bondo, seorang arsitek muda berbakat, namun culas dan kejam, kini memegang perusahaan itu.
Kini Bondo sedang menjadi seorang pangeran. Pangeran yang konon tidak bisa dikalahkan oleh apapun dan siapapun. Kekuasaan, harta, kecerdasan, tampan, juga gagah. Semuanya ia miliki.
Pertemuan siang ini adalah penentuan nasib hidup Roro selanjutnya. Adalah merupakan dilema baginya. Harus memilih harga diri, keluarga atau perusahaan milik ayahnya. Jika ia menolak ajakan Bondo, berarti perusahaan hilang. Jika ia menerima, berarti ia harus kehilangan suami, harga diri dan teman-temannya. Siang ini Bondo akan meminta dirinya untuk menjadi istrinya.
* * *
”Aku tahu kau telah berkuasa kini. Kau telah menguasai semuanya. Tapi tidak untuk diriku.” Perempuan bernama Roro itu berkata dengan mata berkaca-kaca.
”Aku pasti bisa memilikimu. Kamu hanya seorang perempuan. Apa yang dimiliki seprang perempuan? Tidak ada, kecualiii....”
”Kecuali apa.”
”Kemampuan untuk menggoda laki-laki.”
Dadanya bergemuruh mendengar kata-katanya. Andaikan ia gunung berapi, ia sudah memuntahkan lavanya untuk menghancurkan apa saja.
”Apakah kamu yakin bisa mendapatkan diriku?”
”Aku yakin sekali. Apa saja bisa aku lakukan.”
Perempuan itu semakin diliputi rasa benci pada laki-laki yang kini berdiri tegak di depannya. Ketegaran hatinya terpancar dalam dirinya.
”Perintahkan apa saja padaku. Aku akan lakukan. Aku benar-benar ingin menikahimu.”
”Kalau aku menolak?”
”Kau tidak akan bisa menolak. Sebab kamu sudah menjadi milikku. Ingat, perusahaan ayahmu sudah di tanganku.”
”Baik, aku akan perintahkan kamu.”
”Perintahkanlah, akan aku lakukan.”
Tuhan, bukan aku menyerah pada ketakberdayaanku. Aku terjepit. Benar-benar terjepit. Aku terpaksa. Aku berada dalam dilema. Tuhan, andaikan pilihanku untuk menikah dengan laki-laki itu, menjadi sebab murkamu padaku, lakukan apa saja padaku.
Kau tahu bagaimana kedudukan perempuan di mata laki-laki? Tidak lebih dari seorang yang lemah dan tak berdaya. Seorang yang hanya mengenal dapur, kasur, dan sumur. Sungguh tidak adil, Tuhan.
Aku meyakini adanya dirimu, Tuhan. Aku meyakini pula pada firman-firmanmu. Semua makhluk diciptakan sama di hadapanmu. Tinggi rendahnya, kuat lemahnya, ditentukkan oleh kadar ketaatan padamu. Kali ini aku kalah. Bukan aku merasa kalah. Tapi aku benar-benar kalah. Aku kalah dihadapan laki-laki itu. Sungguh naif.
Kemudian perempuan itu melenggang pergi meninggalkan Bondo untuk kemudian kembali lagi padanya. Ketegaran dirinya semakin membuat cantik dirinya. Bondo semakin tergila-gila pada dirinya.
”Baiklah, aku bersedia menjadi istrimu, tapi ada syarat yang harus kau penuhi. Jika syarat itu gagal kau laksanakan, itu berarti kau gagal memiliki diriku.”
”Katakan. Katakan, apa syaratnya.” Bondo tergesa ingin segera mengetahui persyaratan yang diajukan perempuan itu. Dengan tubuh yang lemah, air mata yang hampir menetes, dengan bibir yang gemetar namun tidak menunduk, Roro berucap.
”Buatkan 1001 lukisan diriku. Kau harus bisa menyelesaikannya dalam waktu satu malam. Sebelum fajar harus sudah selesai. Jika tidak, berarti kau gagal.”
”Sendiko dawuh, tuan putri. Demi dirimu, akan aku lakukan syarat itu. Aku berjanji akan menyelesaikannya dalam waktu satu malam.” Layaknya seorang budak kepada tuannya, Bondo menyembah pada Roro.
Bondo memeras otak untuk mendapatkan ide. Apa yang harus aku lakukan? Oh, god! Please, tolong aku! Bagaikan oase di pandang tandus, ide itu tiba-tiba muncul. Menjernihkan pikirannya yang buntu.
“Baiklah, akan aku cari 1001 pelukis terkenal di sini. Akan aku bayar mereka, berapapun mereka meminta.”
Seluruh pegawai di perusahaan miliknya dikerahkan semua untuk mencari pelukis-pelukis itu. Setelah terkumpul, mereka segera melaksanakan perintah Bondo. Hanya dengan menunjukkan selembar foto Roro dalam ukuran 10 R, pelukis-pelukis itu dengan terampil mengerjakan pekerjaan mereka.
”Untuk apa Pak Bondo membuat lukisan sebanyak ini?” tanya salah satu dari mereka.
”Apalagi kalau bukan perempuan. Betul, Pak Bondo?” kata pelukis yang lain.
Bondo tersenyum malu-malu mendengar celoteh mereka.
Sebuah keindahan alami tidak mudah untuk digambarkan, untuk ditiru, atau dibuat replika. Dibutuhkan sentuhan-sentuhan khusus. Kelembutan serta penyatuan hati dan pikiran. Itulah yang dialami seorang pelukis diantara 1001 pelukis yang hadir.
”Terlalu indah untuk dilukiskan.” Katanya.
”Ya, ia terlalu indah, terlalu cantik.” Bondo tanpa sadar menimpali.
“Tidak sembarang orang yang bisa mendapatkannya.”
”Ya, ia terlalu sempurna. Bahkan untuk diriku.”
”Ia hanya untuk orang yang berjiwa sejati. Hanya untuk yang memiliki kebeningan hati.”
Setelah berkata demikian, pelukis itu menunduk. Aku tidak akan mampu melukiskan dirimu, kau terlalu sempurna.
Waktu terus berjalan. Bondo mulai gelisah. Ia tahu dan sadar kalau dirinya tidak akan mampu memenuhi persyaratan itu.
”Dengarkan, kalian harus bisa menyelesaikan lukisan ini sebelum fajar!”
Aku tidak mau tahu, aku harus mendapatkanmu, apapun caranya. Seolah mengetahui isi hati Bondo, salah satu pelukis itu berkata.
”Bukan laki-laki sejati apabila ia menggunakan paksaan untuk mendapatkan sesuatu. Bukan manusia apabila ia selalu mengandalkan akal dan nafsu dalam melakukan sesuatu. Pikiran dan hati adalah milik kita, gunakanlah. Itu lebih baik. Keindahan akan menjadi rusak bila cara mendapatkannya tidak benar.” Bondo terhenyak mendengar kata-kata pelukis itu.
”Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkannya?”
”Miliki hati yang bijak dan lembut.”
”Bukan itu yang ia minta. Ia memintaku untuk membuatkan 1001 lukisan.”
Waktu terus berjalan. Fajar hampir terbit. Sementara lukisan itu baru selesai 1000 buah.
”Maaf, Pak Bondo, aku tidak bisa melukisnya. Mintalah pada yang lain. Aku benar-benar tidak mampu. Ia terlalu sempurna untuk dilukis.”
”Aku harus bagaimana?”
Waktu terus berjalan dan terus berjalan. Bondo marah-marah pada semua pelukis yang ada di situ. Kemarahannya telah membuat waktu terbuang.
”Siapa yang mampu menyelesaikan satu lukisan lagi, akan aku beri imbalan sebesar apapun ia minta!” Namun, seribu pelukis yang ada di sana tidak ada yang mau untuk melakukannya.
”Biarkan ia berada dalam kehidupannya.” Setelah berucap demikian, pelukis itu pergi.
* * *
”Andaikan ia mampu menyelesaikannya, apakah kamu akan tetap mau menjadi istrinya?”
”Aku tidak mau menjilat ludah yang telah aku keluarkan. Aku bukan pula seorang pembohong. Aku tetap akan menikah dengannya.”
”Pantas jika ia menginginkan dirimu. Pendirianmu begitu kuat. Ayah hanya bisa berdoa, semoga...”
“Semoga ia tidak mampu menyelesaikannya...? Tidak ayah. Itu pikiran yang picik. Biarkan Ia menyelesaikannya. Aku sudah pasrah pada alam.”
”Ayah tidak begitu yakin. Ia mampu menyelesaikannya.”
Fajar telah terbit, degup jantung Roro semakin kuat. Ia takut Bondo bisa memenuhi syarat itu. Fajar semakin menyingsing, namun orang yang ditunggu tidak juga datang. Akhirnya alam menjawabnya. Kemenangan ada pada pihak yang benar.
”Roro! Kau telah menipuku! Kau membohongiku! Kau licik, culas!” Bondo berteriak-teriak dari depan rumahnya. Kelegaan hati yang baru didapat sedetik, kini berubah menjadi kekhawatiran.
“Apakah kau tidak mampu menyelesaikannya? Sungguh naif, seorang laki-laki kuat, terkenal, pemberani, dan berkuasa tidak bisa meyelesaikan pekerjaan kecil yang bisa diselesaikan oleh seorang perempuan.” Roro memperlihatkan 1001 lukisannya yang telah ia buat selama satu tahun, dan hari ini adalah finishnya.
Laki-laki itu tidak mempercayai apa yang sedang dilihatnya sekarang.
”Aku telah membuatnya selama satu tahun. Ini semua adalah hasil karyaku.”
”Kau membohongiku!”
”Tidak, aku tidak pernah bohong padamu. Kegagalanmu akibat kesombongan dan keculasanmu. Andaikan kau jeli, kau teliti, kau pasti bisa mendapatkan diriku. Sayang sekali, otakmu selalu dipenuhi amarah, dan nafsu sehingga tak mampu membaca alam di sekitarmu. Kini kau kalah, kau tidak berhak atas diriku.”
”Aku serahkan kembali perusahaan ayahmu. Aku akui kau hebat.”
Ketika yang dianggap tak berdaya mampu menaklukan rimba raya, maka apa yang bisa dilakukan alam padanya? Alam akan memberikan apa saja. Bila perempuan telah mampu menaklukan laki-laki, maka apa yang akan diberikan laki-laki untuknya? Semuanya.
”Ayah, aku menang.”






Semarang, akhir November 2006.

Lebaran

Oleh: Rosyidah purwo

Setelah melalui diskusi yang panjang lebar melalui telepon, perempuan itu akhirnya mendatangi rumahnya.
“Sepuluh juta untuk satu kali main. Dengan durasi waktu satu malam. Bagaimana?” Kata perempuan itu.
Laki-laki itu tampak ragu sesaat.
“Baiklah.” Jawabnya.
Laki-laki dan perempuan itu kemudian menandatangani kontrak kerja satu malam itu.
“Surat perjanjian sudah kita tanda-tangani. Jika sewaktu-waktu ada pelanggaran, baik dari dirimu ataupun diriku, hukum akan bicara.” Kata perempuan itu tegas dan mantap.
“Ok, it’s no problem.” Jawab laki-laki itu tenang dan meyakinkan.
* * *
“Lebaran ini kamu harus pulang.”
“Aku akan pulang jika mama memberi uang.” Jawab Siti dengan nada bicara lemah dan bingung.
Ia bingung karena tidak ada jatah uang untuk pulang. Sementara ia menginginkan sekali bertemu dengan mamanya setelah sembilan tahun terpisah.
Menjual buku-buku bekas miliknya, jelas tidak mmungkin. Ia terlalu menyayangi buku-buku itu.
Bekerjapun tidak mungkin, ia tidak meiliki skill apapun. Selain kepandaian membaca kitab kuning, berbahasa Arab dan Inggris.
Memberikan les private, juga tidak mungkin. Siti tidak pernah percaya diri.
* * *
“Ti, kamu mau pulang kapan. Ini sudah Ramadhan keduapuluh lho.”
“Ndak, tahu Is. Aku belum punya budget. Besok aku mau nyari.”
“Di mana? Kamu kan belum punya kerja.”
“Eit, ingat. Allah maha luas rizki-Nya. Min haitsu la yahtasib. Ingat itu.” Jawbnya mantap.
“Iya sih, tapi kan kamu….tidak kerja.”
“Aku besok akan ke Simpang Lima. Cari kasab di sana.” Hari ini Siti bicara penuh gairah dan semangat. “Jangan bilang sama teman yang lainnya ya?”
Siti meminta Iis, teman satu kamarnya, untuk merahasiakan rencananya pergi ke Simpang Lima. Sebab jika diketahui oleh santri lain atau pengurus, atau abah Kiai, Siti bisa dimarahai habis-habisan.
Siti memang sosok perempuan unik. Ia adalah santri tulen. Ia paham betul dengan ilmu nahwu, shorof, bahasa arab, fikih, dan kitab kuning lainnya. Bacaan qurannya juga luar biasa fasih.
Meskipun begitu, ia tidak menutup diri dengan kehidupan kota yang penuh hangar bingar dan keramaian. Kebanyakan santri tulen, akan menutup diri dengan dunia semacam ini.
Banyak yang menganggap kehidupan di luar dirinya adalah haram dan tidak boleh. Menyesatkan dan memabawa pada kemalangan.
Tapi tidak bagi Siti. Setiap Sabtu, minggu kedua dan keempat, ia selalu mengunjungi kawasan Simpang Lima. Kawasan yang menurut kebanyakan teman-teman Siti di pesantren sebagai daerah larangan.
“Ini adalah pulau kecil di tengah daratan.” Menurutnya.
Pesantren dan bangku kuliah memang telah memberinya arti kehidupan. Ia mampu menatap dunia. Namun pesantren dan kampus belum cukup menjadikan dirinya sebagai manusia utuh.
Pesantren dan kampus belum mampu menjadikan dirinya sebagai manusia yang mampu menghadapi kerasnya persaingan hidup. Untuk itu ia memilih Simpang Lima sebagai “basecamp” pencarian hidupnya yang keempat setelah rumah, pesantren, dan kampus.
* * *
“Dasar anak bodoh tetap saja bodoh. Tidak mungkin bisa berubah. Sini mama yang kerjakan!”
Anak kecil itu menangis sesenggukan di sudut kamarnya. Perkataan dari mama, yang menurutnya terlamapu kasar, telah membuat hatinya tercabik-cabik.
“Mama jahat! Mama kejam! Mama tidak berperasaan!” Itulah kata-kata yang selalu muncul namun tak pernah terungkapkan oleh bibir mungilnya.
Hanya disimpan saja dalam hati, sambil menangis dan meratap.
“Mama tidak percaya dengan kamu. Jadi jangan sekali-kali kamu melakukan pekerjaan apapun sebelum mama ijinkan.”
Setiap kali ia hendak melakukan apapun, perempuan yang menganggap diri sebagai mama, selalu saja melarang dan memarahinya. Akibatnya, gadis kecil itu tumbuh menjadi gadis penakut dan tidak memiliki rasa percaya diri.
Pada dasarnya, gadis itu adalah anak yang aktif dan memiliki semangat hidup tinggi. Namun, menurut mama, keaktifannya ini justru menjadi sumber masalah.
Jika ia terlalu aktif, penyakit asmanya akan kambuh. Setelah itu mama harus menjaga dan merawatnya seharian penuh. Ini sama artinya, mama harus membolos kerja. Membolos kerja berarti mengurangi pemasukan.
Makanya, untuk mengurangi keaktifan itu, mama selalu memberikan tekanan-tekanan berupa larangan ini dan itu.
Memang, sebagai single parent, tentulah sangat berat menjalani hidup dengan seorang anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh.
Sementara di luar, ia masih dibebani dengan tanggung jawab mencari nafkah untuk menghidupi diri dan anaknya.
Atas saran dari seorang teman, perempuan itu menitipkan gadis kecilnya ke sebuah pesantren. Dengan alasan, agar gadis kecilnya kelak menjadi gadis tangguh. Mandiri dan berbudi pekerti.
Saat menginjak bangku SMP, Siti dimasukkan ke pesantren. Setelah sekan tahun menyerap ilmu dari sana, ia menjadi tahu dan paham tentang arti kehidupan.
Tentang kasih sayang dan damai, tolong menolong, saling menghargai dan menghormati.
Ia tumbuh menjadi gadis dewasa yang tahu mengenai perempuan yang ia panggil mama, sayangnya ia tidak paham siapa perempuan itu.
Baginya, mama tidak lebih dari sekadar perempuan yang memberi uang. Lainnya tidak. Kasih sayang, tidak. Perhatian, tidak juga menurutnya.
Bisa dipahami, mengapa ia memiliki anggapan demikian. Sejak kelas 1 SMP sampai hampir selesai kuliah, Siti jarang sekali bertemu, apalagi berinteraksi dengan mama. Hanya sekali dua kali saja. Itupun melalui HP.
* * *
Aku harus memiliki uang dalam waktu 10 hari. Setidaknya, tujuh hari menjelang pulang, dua ratus ribu sudah aku pegang, agar aku bisa pulang.
Lebaran kali ini aku harus bertemu dengan mama. Tidak boleh tidak. Jadi Apapun caranya, aku harus mendapatkan uang.
Bekerja, seperti orang-orang di Simpang Lima sana, tidak mungkin. Aku tidak memiliki skill apapun. Kampus dan pesantrenku tidak pernah mengajariku demikian.
“Is, besok pagi aku mau main. Mugkin pulangnya malam.”
* * *
Sabtu Pagi di Simpang Lima. Siti berkeliling mengitari Citra Land. Naik turun lantai satu sampai empat. Berulang-ulang. Sampai ia merasa lelah. Tanpa ada satu jenis barangpun yang dibeli.
Siang hari menjelng Dzuhur. Pergi ke Baiturrahman untuk menunaikan sholat.
Pukul Satu siang. Ke Gramedia, membaca buku gratis.
Pukul 17.00 wib. Menunaikan sholat ashar di Baiturrahman sambil menunggu mahgrib. Mencuri air di keran wudlu milik masjid untuk membatalkan puasa.
Ba’da maghrib. Makan nasi kucing, es teh, dan krupuk. Lalu berkeliling di Lapangan Simpang Lima. Mengamati dan mencari kehidupan.
Duk! Siti menabrak seorang laki-laki itu. Lalu ia terjungkal di tengah lapangan.
“Maaf, Pak. Saya tidak sengaja. Mari saya Bantu berdiri.”
“Tidak usah. Saya bisa berdiri sendiri.” Kata laki-laki itu dingin.
Beberapa saat laki-laki itu menatap Siti dengan tajam. Kemudian memperkenalkan diri.
“Alan.”
“Mmm….S-iiii-ti.”
Laki-laki bernama Alan itu hampir saja tertawa mendengar nama Siti disebut.
“Nama yang amat buruk. Kuno, tapiiii...berfolisofi tinggi.”
“Permisi, Pak.” Tergesa Siti mohon diri dari laki-laki itu. Ia merasa telah dibuat malu oleh laki-laki itu.
“Mbak! Mmmaaaf…jika saya menyinggung perasaan kamu!”
“Mbak!” Ia mengejar Siti yang berjalan sangat cepat sekali.
Laki-laki itu memberi sebuah kartu nama. Lengkap dengan alamt rumah, nomor HP, alamat kantor dan nomor telepon kantor.
“Hubungi saya kalau ada perlu apa-apa. Selamat malam.”
* * *
“Aku harus pulang. Mama sudah menunggu di rumah. Aku kira pekerjaanku sudah selesai semua. Itu artinya kamu harus membayarku penuh sesuai dengan surat perjanjian.”
“Ok. It’s no problem. Jangan takut, aku akan memenuhi janjiku.”
Dengan tubuh masih telanjang, laki-laki itu mengambil cek yang sudah diisi uang sesuai dalam perjanjian. Lengkap dengan bubuhan tanda tangannya.
Sementara perempuan itu dengan giat dan penuh semangat berbenah diri. Pikirannya sudah dipenuhi dengan bayangan rumah dan mama.
Laki-laki itu duduk terpekur di tepi ranjang. Ia menjadi sendiri dan merasa sendiri. Ia tidak menyadari kehadiran cairan bening yang keluar dari ke dua kelopak matanya. Ia menangis.
Dengan bergegas laki-laki itu menyambar tangan perempuan itu.
“Sayang, jangan pergi. Tetaplah di sini untuk menjadi kekasihku, untuk menjadi istrku. Aku mencintaimu. Aku akan menikahimu.”
Ia memeluk erat perempuan itu.
“Tolonglah. Jangan pergi…” Laki-laki itu berkata penuh harap.
“Biarkan aku pergi. Ini tidak ada dalam kontrak kerja kita.”
Ia melayangkan ciuman hangat pada laki-laki itu.
“Terimakasih kartu namanya. Selamat pagi.”
Mentari pagi menyibak wajahnya. Memberikan kehangatan nyata. Mengiringi langkah yang penuh seribu harap.
Mama, Siti pulang! Akhirnya Siti bisa pulang! Mama, kita akan lebaran bersama!
Semarang, 22090700.22

Karena Buruk Sangka

Cerpen: Narsiti Rosyidah

TK Bakti Ibu, hari ini akan mengadakan kunjungan ke toko buku Amanah. Suasana di dalam kelas itu sangat gaduh dan ramai. Mereka melakukan persiapan untuk pergai ke sana. Mereka sangat gembira dengan kegiatan itu Setelah persiapan dianggap cukup, merekapun berangkat. Ibu guru Alifah memimpin mereka membaca do’a.
. Sebelum mereka naik mobil yang akan membawa mereka ke toko buku, ibu guru Alifah memberikan banyak nasehat pada mereka.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih ½ jam rombongan merekapun sampailah. Di sana mereka disambut oleh para pelayan toko yang ramah-ramah dan cantik.
“ Nah, anak-anak sekarang kita sudah sampai. Kalian boleh bermain sesuka kalian tapi jangan lupa dengan pesan ibu.”
“Bu guru, Sarah menangis.” Seru Dila tiba-tiba. Lalu bu guru Alifah mendekati Sarah.
“ Mengapa kamu menangis,Sarah?” Tanya ibu guru Alifah.
“ I…i…i…tu, di sana ada pengemis tua.”
Jawab Sarah sesenggukan.. Pengemis itu wajahnya sangat pucat, dan tubuhnya kelihatan sangat lemah sekali.
“Bagaimana kalau kita mengumpulkan sebagian uang saku kita untuk membantu nenek itu ?” Tanya bu guru Alifah.
“ Iya bu, saya mau.” Jawab Dila.
“ Saya juga bu.” Jawab Fatah.
“ Iya saya juga bu.” Sahut Warno, lalu diikuti oleh yang lainnya.
Masing-masing mengumpulkan uang sebesar seribu rupiah. Giliran yang terakhir adalah Wawan. Ibu guru Widyawati memandangi Wawan yang tidak mau memberikan uang sakunya, begitupun dengan teman-temannya.
“ Wawan, kamu tidak ikut seperti teman-teman ?” Tanya ibu guru Alifah.
“ Saya tidak mau bu, nenek iu kan sebenarnya masih bisa cari uang sendiri tanpa harus meminta-minta. Lihat saja kantong yang di bawanya itu, pasti terdapat banyak bekal makanan di situ, mengapa harus minta-minta!” Jawab Wawan ketus.
“ Wawan tidak boleh seperti itu, bagaimanapun juga kita harus membantu orang yang membutuhkan bantuan kita. Iangat dengan kata-kata ibu tidak, kalau kita mau menolong orang lain pasti Alloh akan membalasnya.”
“ Pokoknya Wawan tidak mau !” Jawabnya ketus.
“ Baiklah, ibu tidak memaksa, tapi lain kali Wawan tidak boleh seperti itu lagi ?”
Kemudian ibu guru Alifah memberikan uang itu pada nenek tua itu. Setelah itu anak-anak di ajak masuk ke toko buku. Mereka dipandu oleh mbak Banat, salah satu dari karyawan toko buku itu. Ia memberikan banyak penjelasan mengenai berbagai macam buku yang ada di sana.
Setelah selesai, mereka berkumpul lagi., untuk dipertemukan dengan menejer toko buku itu, pak Hendrawan namanya. Ia penyayang dan baik kepada anak-anak.
“ Selamat siang anak-anak.” Sapa pak Hendrawan pada mereka.
“ Selamat siang paaaak…..!!!” Sahut mereka serempak.
“ Bagaimana dengan kegiatan kalian barusan, apakah menyenangkan ?”
“ Iya, paaaak…!!!”
“ Karena kalian sudah mengunjungi toko buku bapak, maka sebagai hadiah, bapak akan memberikan majalah anak-anak pada kalian.”
“ Horeee…..!!!”
Mereka berbaris dengan tertib. Satu persatu mereka menerima hadiah itu sambil bersalaman dan pamit untuk pulang. Namun ketika mereka hendak pulang, mereka dikejutkan oleh suara jeritan, yang ternyata adalah Wawan. Ternyata Wawan telah dipukuli oleh pengamen jalanan. Ia disangka mencuri uang milik pengamen itu. Wajahnya babak belur. Wawan pun segera dibawa ke rumah sakit Kariadi. Wajah Wawan dipenuhi dengan balutan putih. Teman-temannya merasa kasihan padanya.
“Makanya kalau ada orang yang susah, ditolongin. “Kata Sara polos.
“Iya, kamu sih nggak mau nolongin orang susah. Makanya Alloh membalasmu.” Timpal yang lainya
“Kamu jangan suka buruk sangka dulu.” Kata Jazim.. Bu guru Alifah merasa senang anak-anak didiknya masih memperhatikan nasehat-nasehatnya.
Wawan menangis sesenggukan. Ia malu pada teman-temannya. Wawan akhirnya menyesalai perbuatanya. Ia berjanji pada teman-temannya dan pada dirinya sendiri untuk menjadi anak yang baik dan tidak buruk sangka lagi pada setiap orang.