Minggu, 23 September 2007

Cahaya Kunang-Kunang

Oleh: Rosyidah Purwo*

Di senja hari, sekelompok Kupu-Kupu bersayap indah mengelilingi sebatang pohon bunga sepatu yang sedang berbunga. Mereka sedang menghisap sari bunga.
Sayapnya yang indah, membuat mereka selalu mendapat pujian dan sanjungan dari teman-temannya. Tidak seperti Kunang-kunang. Ia tidak memiliki keindahan apapun. Kecuali seberkas cahaya yang hanya dapat menyala di malam hari. Ia jarang mendapat sanjungan atau pujian.
“Kalian benar-benar binatang paling cantik yang pernah aku temui di dunia ini.” Puji seekor Babi.
“Kalian memang indah dan menawan. Aku kagum melihatmu.” Kata seekor Kodok.
“Iya, Tuhan memang pandai sekali menciptakan kalian. Sayapmu seperti bidadari.” Kata seekor Kumbang.
Begitulah pujian dan sanjungan yang diberikan oleh teman-temannya.
Tak heran apabila Kupu-kupu selalu memamerkan keindahan sayapnya. Ia selalu terbang hilir mudik ke sana kemari. Tidak di tempat ramai, atau di tempat yang sepi mereka selalu mengepakkan sayapnya lebar-lebar.
“Teman, bagaimana kalau kita sekali-kali keluar dari hutan. Aku jenuh berada di sini melulu.” Kata salah satu dari mereka.
“Aku setuju. Siapa tahu dengan kita keluar dari sini, semakin banyak yang mengagumi kita.”
“Aku juga setuju. Sayap kita kan indah, mengapa mesti terkurung di hutan terus. Boleh dong sekali-kali kita pergi.”
Merekapun pergi meninggalkan hutan. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor Kunang-kunang.
“Selamat sore…hendak kemana sore-sore begini?” Sapa Kunang-kunang.
“Kami hendak keluar sebentar. Kami jenuh berada di hutan melulu.”
“Apakah tidak sebaiknya berada di sini saja. Barangkali di luar sana keadannya tidak aman.”
Mendengarnya, sekelompok Kupu-kupu menjadi ragu sejenak.
“Saya kira tidak. Sebab kami adalah binatang yang paling indah. Mereka pasti akan melindungi kami.” Kata salah satu dari mereka.
“Apakah tidak sebaliknya?“
“Maksudnya?”
“Dengan keindahan sayap yang kalian miliki, justru dapat mengundang perhatian manusia-manusia nakal. Kalian bisa ditangkap, kemudian dibunuh, lalu dimusiumkan.”
“Tidak mungkin. Kamu berkata begitu pasti karena kamu iri kepada kami. Kamu malu untuk keluar hutan sebab tubuhmu jelek.”
Kunang-kunang sedih mendengarnya. Ia terdiam sejenak.
“Jika begitu, hati-hati saja di jalan.”
Sekelompok Kupu-kupu itu terbang meninggalkan Kunang-kunang. Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan manusia. Sekelompok kupu-kupu itu sengaja berlama-lama terbang di dekatnya. Dengan riang gembira, mereka memamerkan keindahan sayapnya.
Mereka tidak menyadari bahwa bahaya sedang mengancam jiwanya. Mendadak manusia itu merentangkan jala penangkap Kupu-kupu. Tak ayal, beberapa ekor Kupu-kupu tertangkap. Beberapa ekor yang lain terbang meninggalkan meraka karena takut.
Berjalan dalam keadaan takut, membuat pikiran tidak konsentrasi dan hati tidak tenang. Maka dari itu, tidak heran apabila Kupu-kupu tersesat.
Meraka tidak menemukan jalan pulang. Sementara hari semakin gelap. Mereka menjadi bingung dan khawatir. Di tengah kehkawatiran dan kebingungan, mereka melihat kerlap-kerlip cahaya indah.
“Teman, lihatlah di sana,” Kupu-kupu berbulu jingga menunjuk kearah kelap-kelip cahaya, “indah sekali. Bagaimana kalau kita ke sana.” Tanpa pikir panjang, mereka segera terbang menuju kea rah cahaya tersebut.
Ternyata kelap kelip cahaya itu adalah Kunang-kunang yang sedang memainkan cahaya di tubuhnya. Berpuluh-puluh Kunang-kunang berkumpul menyalakan cahayanya.
Sesekali mereka membentuk lingkaran bola api. Sesekali membuat posisi seperti kembang api yang terbakar. Sesekali membentuk ular naga yang terbang meliuk-liuk di udara. Sangat indah.
Kupu-kupu terbengong-bengong melihat keajaiban itu. Ia menjadi sadar, ternyata di balik kejelekan tubuh kunang-kunang, tersimpan keindahan yang tiada tara. Selama ini, Kupu-kupu tidak menyadari hal itu.
Seekor Kunang-kunang menyadari kedatangan Kupu-kupu itu, “teman-taman, ayo kita sambut kedatangan sahabat kita yang sudah lama berdiri di sana.” Ia berkata sambil menunjuk kearah pohon pinus yang besar.
Merekapun segera menuju ke tempat di mana Kupu-kupu berada. Sambil tetap memainkan cahayanya. Mereka terbang mengelilingi Kupu-kupu yang sedang bersedih karena kehilangan teman-temannya.
“Jangan bersedih teman, kami akan menghibur kalian.” Seekor Kunang-kunang berkata pada Kupu-kupu.
Setelah berkata demikian, Kunang-kunang mematikan cahayanya. Suasana hutan di malam hari terlihat semakin menyeramkan. Kupu-kupu menjadi semakin takut.
Dalam hitungan detik, mereka menyalakan kembali cahaya di tubuhnya. Tring…! Cahaya Kunang-kunang membentuk sebuah gambar daun waru. Kemudian berubah bentuk menjadi sebuah lentera.
Menandakan bahwa mereka masih mencintai Kupu-kupu dan bersedia untuk mengantar pulang.
Melihatnya, Kupu-kupu menjadi terharu. Mereka meminta maaf kepada Kunang-kunang atas kesombongannya. Kemudian Kunang-kunang mengantar Kupu-kupu pulang.
Setelah sampai, Kunang-kunang dan Kupu-kupu saling berpelukan. Kunang-kunang pamit untuk pulang.
“Saya harap kalian tidak keberatan menerima bantuan kami. Karena itu adalah sudah tugas kami mengantarkan siapa saja yang tersesat atau kegelapan jika malam tiba!” Seru Kunang-kunang sambil terbang meninggalkan Kupu-kupu.
Itulah mengapa sampai sekarang, Kunang-kunang selalu menyalakan cahaya di malam hari.

*Rosyidah Purwo. Penulis lepas. Masih belajar di Universitas Negeri Semarang.

Tidak ada komentar: