Minggu, 23 September 2007

Jika Matahari di Atas Bumi

Cerpen: Rosyidah Purwo

Di langit, Matahari bersinar dengan terang. Awan merasa bangga memiliki teman seperti Matahari yang selalu menerangi Langit.
”Awan, apakah selain di Langit masih ada kehidupan?” Tanya Matahari.
Awan terkekeh mendengar pertanyaan konyolnya.
”Tentu ada.”
”Di mana itu?”
”Di Bumi. Letaknya sangat jauh dari sini.”
”Apakah aku bisa ke sana, Awan?”
”Tentu bisa. Tapi kamu tidak boleh terlalu dekat dengan Bumi.”
”Mengapa?”
”Karena kamu terlalu panas. Sedang Bumi tidak terbiasa dengan panas Matahari langsung. Bumi bisa rusak karenanya.”
Matahari jengkel mendengar penjelasan Awan. Ia terbang jauh sekali meninggalkan Awan. Tak terasa ia sudah jauh meninggalakan Langit.
”Wauwww...indah sekali! Apakah ini yang disebut dengan Bumi? Jika begini aku akan tinggal di sini saja selamanya!” Seru Matahari gembira.
Matahari merasa senang sekali berada di Bumi. Ia menari dan bernyanyi. Di atas Lautan, Matahari berhenti lama sekali. Ia mengamati dirinya di permukaan Laut.
”Wouw! Ternyata diriku indah sekali!”
Inilah pertama kalinya Matahari melihat dirinya. Senyumnya mengembang. Tiba-tiba Laut menjadi kering. Bayangan Matahari juga menghilang.
Wuuuus...wussss....wussss.... Angin mendatanginya.
“Apa yang kamu lakukan di sini, Matahari?”
”Aku hanya ingin melihat keadaan di sini.”
”Tidakah kau tahu. Kedatanganmu telah merusak keindahan Bumi. Lihatlah.”
Matahari memperhatikan Laut yang mengering. Tumbuh-tumbuhan yang gosong, tanah yang mengering, dan binatang-binatang yang kehausan.
”Aku tidak bermaksud demikian...” Ia berkata seperti orang bodoh.
”Kamu harus mengembalikan keadaan Bumi seperti semula.”
”Bagaimana caranya?” Matahari berkata dengan sedih.
”Mari aku tunjukkan.”
Angin dan Matahari pergi bersama ke Langit. Sampai si sana, mereka melihat Awan. Ia tidak secerah biasanya.
Wajahnya sedih bukan main. Ia berjalan berarak mengelilingi Langit sambil membawa partikel-partikel kecil air.
”Awan mengapa rupamu jadi buruk seperti itu?” Tanya Matahari kepada Awan.
Awan telah berubah bentuk menjadi buruk, karena tubuhnya dipenuhi banyak air. Ia tidak cantik lagi seperti biasanya.
”Dasar Matahari bodoh! Sudah aku bilang kamu jangan pergi ke Bumi. Ternyata pergi juga!” Awan marah kepada Matahari.
”Aku tidak bermaksud merusakmu. Justru yang aku rusak adalah Bumi. Mengapa kamu yang marah padaku!” Matahari jengkel pada Awan.
”Matahari..., karena kamu terlalu lama di atas permukaan laut, maka Awan menjadi seperti ini,” Angin berkata sambil mengarahkan telunjuknya pada Awan yang dipenuhi partikel kecil air, ”Air laut yang terkena panas sinarmu, menguap menjadi partikel-partikel kecil air, dan menempel di tubuhnya. Jadilah Awan berubah seperti ini.” Angin menjelaskan dengan bijaksana.
”Aku harus bagaimana?” Tanya Matahari.
”Jangan khawatir, aku akan membantu mengembalikan keadaan seperti semula.” Kata Angin.
”Terima kasih, Angin. Kau baik sekali.”
Angin berhembus kencang membawa Awan terbang. Pertikel-partikel air yang dibawa Awan satu persatu jatuh menjadi hujan. Angin semakin kencang menerbangkan Awan. Hujan deras turun. Kehidupan di Bumi kembali seperti semula.
Tanah menjadi basah, tumbuh-tumbuhan menjadi subur, binatang-binatang sehat dan lincah karena tidak kehausan. Lautpun demikian. Ia tidak kering lagi.
”Mulai hari ini kamu tidak diijinkan untuk mengunjungi Bumi.” Kata Angin tegas.
Itulah mengapa sampai sekarang Matahari selalu berada di Langit.

Tidak ada komentar: