Minggu, 23 September 2007

Laporan Perjalanan Semarang, Nusakambangan, Kebumen

By: Rosyidah Purwo

Tujuan wisata jama’ah Arridlo yang diketuai oleh mbah Gito mengadakan kunjungan wisata atau lebih sopannya adalah kunjungan ziarah ke petilasan Syekh Subakir di Goa Ratu Cilacap.

Berangkat dari Semarang tepat pukul 00.00 wib. Pada pukul 04.30 wib rombongan sampai di hotel Graha Baru di Kebumen. Di sana rombongan melakukan sholat subuh berjamaah, mandi, dan makan pagi. Makan pagi dengan menu adalah mi goreng, ayam goreng Kentucky, dan sop. Ditambah dengan minum teh hangat. Selama satu jam lamanya rombongan beristirahat di sana.

Rombongan melakukan perjalanan kembali tepat pukul 07.00 wib dan sampai di dermaga Wijayapura pada pukul 11.15 wib. Dermaga Wijayapura adalah pintu masuk pertama untuk menuju ke Nusakambangan.

Sampai di sana kami tidak dapat masuk ke nusakambangan, dengan alasan sudah ditutup untuk umum semenjak ada tsunami. Jika hendak ke sana memerlukan surat ijin terlebih dahulu.

Kemudian sebagai gantinya, kami mengalihkan tujuan objek wisata ke wisata Bahari Cilacap. Bagi saya tidak ada ruginya sebab saya dapat memperoleh banyak pengetahuan dari wisata Bahari ini. Dengan menggunakan kapal Mentari yang berlantai dua dengan jumlah kursi kurang lebih lima puluh, kami menyususri wisata bahari kurang lebih selama satu jam.

Dengan dipandu oleh guid yang berupa suara kaset, kami menikmati wisata ini sambil serius mengdengarkan petunjuk atau keterangan-keterangan yang diberikan oleh guid. Agak kecewa memang sebab, terkadang keterangan-keterangan tersebut tidak pas atau tidak tepat dengan objek yang dilihat.

Di wisata Bahari ini kita akan melihat dermaga Sodong. Yaitu pintu masuk ke dua menuju pulau Nusakambangan. Dermaga Sodong ini dapat dicapai dengan menggunakan kapal verry atau kapal kecil macam Mentari. Di dermaga Sodong ini dapat ditemukan beberapa toko-toko kecil penjual makanan, minuman, makanan kecil, tanaman hias.

Bagi yang hendak masuk ke Nusakambangn, namun belum memiliki bekal yang cukup, diharapkan membeli bekal di dermaga Sodong, sebab jika sudah masuk ke Nusakambangan tidak akan bisa ditemui took-toko penjual makanan.

Di wisata Bahari kami dapat melihat penambangan pasir, kilang minyak terbesar di Asia Tenggara, perahu-perahu besar pengangkut barang-barang ekspor impor (beras, gula, ikan, kayu, pasir, minyak dll).

Diperlihatkan pula mengenai bahan baku / mentah dari pembuat semen yang diproduksi di Indonesia. Hampir 87% bahan baku tersebut diambilkan dari pulau Nusakambangan. Bahan pokok pembuat semen ini berwarna kuning.

Nusakambanan sebagai pulau yang memiliki potensi alam berupa bahan baku pembuat semen telah dikontrak selama 200 tahun oleh pabrik semen. Diperlihatkan juga mengenai mesin penghancur batu-batu untuk dijadikan semen.

Diperlihatkan pula mengenai perumahan yang digunakan sebagai tempat untuk menampung siswa-siswa dari…….yang mana nantinya jika mereka hampir mendekati masa lulus mereka akan diuji di pulau Nusakambangan selama tiga hari tiga malam tanpa dibekali apapun. Hanya korek api, minyak gas, dan tali.

Di sana mereka disuruh membebaskan sandera. Yaitu seorang petugas keamanan di Nusakambangan yang disekap di suatu ruangan LP dengan berbagai macam rintangan.

Kami menemukan istilah baru terkait dengan kelautan yaitu bui yaitu berupa menara pendek berwana merah dan hijau yang mana jika waktu malam akan menyalakan lampu sesuai dengan warna dari menara itu. Jika di darat alat tersebut dinamakan rambu-rambu. Ini berfungsi sebagai rambu-rambu bagi kapal pada waktu mala.

Dengan hanya membayar Rp 9000, 00 - Rp. 10000, 00 per orang, kita dapat menikmati wisata ini dengan santai dan nyaman. Ber 35 kami menikmati wisata Bahari ini. Setelah selama satu jam kami berkeliling menikmati wisata Bahari dengan kapal Mentari, kami melanjutkan perjalanan ke Benteng Pendem.

Benteng Pendem
Benteng Pendem merupakan benteng peninggalan Belanda yang digunakan sebagai benteng pertahanan pada masa perang. Dikatakan benteng Pendem karena benteng ini terpendam di bawah tanah. Luasnya bias mencapai……km.

Melihat dari dekat keadaan benteng Pendem sungguh memprihatinkan, sebab benteng ini terlihat tidak terawat. Dinding-dindingnya terlihat mulai menghijau karena lumut. Juga adanya goresan-goresan tangan jahil pengunjung.

Benteng pendem sekarang lebih banyak dijadikan sebagai objek wisata alam, bukan sebagai objek wisata sejarah.

Memang masih adanya beberapa pohon-pohon besar, dan beberapa tanaman-tanaman perdu membuat lokasi benteng Pendem sangat nyaman untuk dijadikan objek wisata. Taman bermain, gazebo, sekarang dapat dijumpai di sini.

Melihatnya membuat kepala berpikir bahwa betapa kuat dan kokohnya pasukan belanda saat itu. Betapa moderennya orang-orang Belanda pada masa itu. Ya, sebab beberapa barak yang ditemui menunnjukkan adanya hal itu.
Barak pengobatan,………..

Andaikan wisata bersejarah ini endapat perhatian yang cukup dari pemerintah, mungkin nasib benteng Pendem tidak seperti sekarang. Kusam, berlumut, dan tak terawat.

Memang jika dilihat ke dalam-dalamnya kelihatan bersih, namun, sepertinya bersihnya ini adalah karena adanya pengujung yang masuk secara berkala dan berganti-ganti sepanjang tahun.

Di loka wisata ini dapat ditemui wisata belanja barang-barang antik dari kerang. Sepanjang jalan masuk menuju ke benteng pendem terdapat banyak sekali toko-toko yang menjual barang-barang antic yang terbuat dari kerang. Gorden, gantingankunci, guci, bros, manik-manik, kalung gelang, boneka dan masih banyak lagi yang lainnya.

Di loka wisata ini kita dapat melihat keberadaan teluk penyu yang terlihat kotor. Di sini kita dapat dapat menikmati pemandangan alam berupa laut lepas dengan berdiri kokoh di sebelah kananya, pulau Nusakambangan. Jika kita melihat ke arah kiri, maka kita dapat menikmati leut lepas yang hanya disekat oleh langit putih. Melihatnya, mata kita seperti dibius untuk tetap melihat ke sana.

Di pantainya di dapati beberapa perahu-perahu kecil penangkap ikan milik nelayan.

Jangan Takut Kelaparan
Berbeda dengan di Nusakambangan. Bagi pengunjung yang kehabisan bekal, jangan takut kelaparan sebab di loka wisata ini tersedia banyak sekali penjual makanan baik yang keliling maupun berupa warung makan.

Sayangnya untuk menuju ke loka wisata ini kita harus emebawa kendaraan sediri sebab tidak ada kendaraan yang menuju ke objek wisata ini. Ada kendaraan satu-satunya yaitu becak. Dengan naik becak kita hanya ditarik ongkos sebesar Rp. 5000, 00. Jika tidak igin naik becak, dapat ditepuh dengan cara berjalan kakai. Namun dapat cukup melelahkan.

Akan tetapi jangan khwatir, sebab disepanjang jalan menuju ke loka wisata ini kita disuguhi pemandangan yang cukup menarik yaitu bentangan laut yang luas, kilang minyak, penjual-penjual souvenir.

Diobjek wisata ini, kami menghabiskan waktu kurang lebih selama 1 ½ jam. Setelah berkeliling mengitari benteng Pendem, rombongan melanjutkan perjalanan ke objek wisata Goa Jatijajar di Kebumen. Mebutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Di tengah perjalanan rombongan berhanti untuk melaksanakan sholat ashar dan dzuhur berjamaah.

Goa Jatijajar
Sampai di objek wisata ini kurang lebih pukul 16.30 wib. Sampai di sini hari sudah mulai gelap.Maka niat untuk mengambil gambar-gambar yang berada di luar goa, saya urungkan. Sebab menurut informasi salah satu dari teman kami, gambar yang diambil bisa jelek karena pencahayaannya tidak mendukung.

Goa Jatijajar terletak di Kebumen. Terletak 21 kilometer ke arah selatan Gombong, atau 42 kilometer arah barat Kebumen. Gua Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur. Objek wisata ini sungguh sangat menarik. Pegunungan kapur ini memanjang dari utara dan ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung.

Folklor
Gua Jatjajar ini pada jaman dahulu merupakan tempat bersemedi Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit. Cerita Raden Kamandaka ini kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung. Visualisasi dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam goa itu.

Goa ini telah ada sejak tahun….ada mitos atau cerita bersejarah pada masa ………….

Sampai di mulut goa, kami disuguhi pemandangan yang cukup menakjubakan.
Untuk masuk ke dalam goa terlebih dahulu harus menyususri jalan setepak yang cukup menanjak. Mulut goa yang menganga lebar sepertinya sudah siap-siap untuk menerkam dan melumat kita. Sebagai fenomena alam, goa ini tidak kalah menariknya dengan goa-goa lainnya yang memiliki stalagmite dan stalagtit.

Setelah mendengar cerita dari guide kami berdoa memuji keagungan tuhan dengan kuasanya yang telah membuat sebuah keajaiban alam, goa Jatijajar. Sambil melihat stalagtit yang berdiri kokoh di depanku, aku mengucap tasbih dan tahlil berulang-ulang. Memuji keagungan Tuhan.

Melihat kokohnya stalagtit dan stalagmite yang berdiri kokoh aku berpikir bahwa ‘otak manusia yang bodoh jika belajar terus menerus maka lama kelamaan dia akan seperti stalagtit atau stalakmit. Hanya dari tetesan-tetesan air kecil-kecil bias menjadi sebuah gundukan batu yang besar dan kuat. Begitupun dengan manusia. Atau dengan diriku. Suatua saat jika aku terus menerus belajar untuk menulis dan istiqomah serta disiplin, aku pasti bias menjadi seperti sstalagmit dan stalaktit. Tumbuh besar, dipuji orang, dikagumi, dan diburu. Itulah aku suatu saat yang akan dipuji, dikagumi, dan diburu sebagai seprang penulis jika aku belajar terus menerus.’


Di dalam goa ini terdapat dua sendang yaitu sendang mawar dan sendang Kantil. Menurut kepercayaan masyarakat, kedua sendang ini memiliki kelebihan. Sendang mawar, konon ceritanya dapat membuat awet muda. Sedangkan sendang Kanthil dapat membuat seseorang cepat dapat jodoh.

Kedua sendang ini merupakan sumber mata air yang sangat potensial karena tidak pernah mengalami kekeringan walau musim kemarau sekalipun. Sumber mata air ini adalah berasal dari Puserbumi untuk sendang Mawar dan untuk sendang Kanthil berasal dari sumber Jombor.

Air yang mengalir dari kedua sendang ini mengalir menjadi satu aliran menuju pada sebuah kolam besar yang mana sekarang kolam tersebut tidak lagi menunjukkan bahwa itu adalah sebuah kolam. Namun tidak lebih seperti sebuah sungai yang menglir dengan airnya yang jernih.

Di objek wisata ini kita disuguhi pemandangan alam yang damai dan nyaman. Udara gunung yang segar masih dapat dinikmati di objek wisata ini. Tapi hati-hati di objek wisata ini, jika penerangan sedang tidak ada alias mati lampu maka bersiap-siaplah untuk menelusuri jalan dengan gelap mata. Apalagi jika tidak dibantu dengan penerangan sinar dari senter.

Panjang goa ini kurang lebih 25 km. Dan dalamnya 40 meter. Untuk menyusurinya membutuhkan sedikitnya waktu 1 jam. Di objek wisata ini kami dibantu oleh seorang guide yang siap menemani dan memberikan cerita-cerita seputar goa Jatijajar.

Sampai di luar goa waktu sudah menunjukkan mahgrib Maka kami bercepat-cepat untuk melaksanakan sholat maghrib yang dijamak dengan isya setelah sebelumnya kami berwudlu di sendang Mawar dan sendang Kanthil. Setelah melaksanakan sholat jamaah bersama kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang hujan besar mengguyur bus yang kami naiki. Suasana hening menjadi teman perjalanan setelah hamir sehari penuh melakukan perjalanan wisata. Maka masing-masing berada dalam dunia mimpinya.


Pukul 19.30 rombongan sampai di hotel Graha Baru. Di hotel Graha Baru kami makan malam dan istirahat. Di sana kami disuguhi menu yang cukup membuat perut menjadi lapar. Mi goreng, guramih goreng, capcai, tumis tahu ayam. Ditambah dengan minuman teh hangat dan pencuci mulut yaitu semangka. Di tengah hujan besar, dengan ditemani lagu-lagu jawa, masing-masing terlena dengan makanan dan suguhan musik-musiknya.

Setelah perut kenyang, pikiran tenang, dan tentunya dengan badan yang lelah kami melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing. Dengan membawa perut yang kenyang, pikiran tenang, dan tubuh yang lelah ditambah dengan suasana bus yang tenang, kami terlena dalam tidur. Tak terasa sudah sampai di rumah.

Jam 02.00 wib kami sampai di pondok.
Aku menulis ini tanggal 07 April 2007 jam 02.30 sampai jam 04.18 wib.
Selesai!

Tidak ada komentar: