Minggu, 23 September 2007

HARUS ADA BATAS MAKSIMAL

Oleh: Rosyidah Purwo

“Lebaran sebentar lagi...., hari yang dinanti-nanti....” itulah dua bait lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh penyanyi cilik Dhea Ananda. Lagu tersebut bukan sekedar lagu biasa yang keluar dari mulut seorang penyanyi cilik, namun lagu tersebut mengandung makna, barangkali untuk mengungkapkan kebahagiaan menyambut lebaran.

Ya, lebaran atau Idul Fitri merupakan moment yang paling ditunggu-tunggu oleh umat islam di dunia. Lebaran bagi sebagian besar orang boleh jadi merupakan moment yang paling menggembirakan, sebab disinilah saat-saat dimana melakukan ”pesta” setelah satu bulan lamanya melaksanakan puasa ramadhan. Banyak cara yang dilakukan orang untuk mengungkapkan kegembiraan mereka. Salah satunya adalah dengan memberikan parsel.

Mengirim parsel sepertinya sudah menjadi budaya bagi sebagian besar orang, pun dengan para pejabat pemerintah. Tanpa parsel sepertinya lebaran menjadi hampa.
Mengirim parsel sebenarnya bukan sekadar pengungkapan rasa bahagia semata, namun banyak tujuan lainnya, boleh jadi sebagai pengikat tali silaturahim, pengikat tali persaudaraan, ucapan terima kasih, permintaan maaf dan lain sebagainya. Apapun makna dari pemberian parsel itu tidak menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah bagaimana bila pemberian parsel yang dilakukan itu menggunakan uang rakyat?

Sekarang sedikit kita menggunakan ilmu hitung, bila jumlah pejabat yang ada sebanyak dua ratus ribu orang, dan harga satu paket parsel senilai satu setengah juta rupiah. Berapa uang yang akan dikeluarkan? Harus diingat, Indonesia baru saja mendapat bencana alam yang tidak bisa dibilang kecil.

Berapa jumlah korbannya? Bagaimana nasib mereka? Dari pada uang dihamburkan untuk memberikan parsel pada orang yang barangkali sudah lebih dari cukup kebutuhan hidupnya, lebih baik berikan saja pada mereka yang sekarang benar-benar membutuhkan uluran tangan, toh akan lebih bermanfaat.

Barangkali tidak menjadi masalah bila semua pejabat pemerintah memiliki inisiatif seperti yang dilakukan oleh bupati Kebumen. Dengan iuran bersama teman-teman, Rustriningsih membagikan parsel untuk beberapa tukang becak di Kabupatennya. Namun sayangnya masih sedikit pejabat yang memiliki inisiatif seperti yang dilakukan olehnya.

Atau bila tidak ada inisiatif seperti itu, mari gunakan standar maksimal, seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia. Bila Malaysia, negara yang sedikit lebih kaya dari Indonesia memberikan batasan di bawah satu koma dua juta rupiah maka, di Indonesia harus lebih kecil lagi, mengingat perekonomian Indonesia sekarang sedang terpuruk.

Dengan begitu, budaya memberikan parsel yang konon katanya memiliki makna ikatan silaturahim tetap dapat dilaksanakan, sehingga ”nyawa” di hari lebaran tetap ada, walaupun dengan bingkisan parsel yang lebih sederhana. Perlu diingat, sesuatu yang sudah membudaya, tidak bisa dihilangkan sama sekali. Barangkali bisa, namun kemungkinannya sangat kecil.

Tidak ada komentar: