Senin, 15 Maret 2010

Tentang Gadis Berumur 31 Tahun (Catatan Pojok Sekolah)

Oleh: Rosyidah Purwo

Adalah sebuah kisah. Ini disampaikan oleh teman saya kepada saya, mengenai seorang gadis berumur 31 tahun. Saya tidak paham mengapa ia bercerita demikian tentang gadis itu kepadaku.

Sungguh, jika kamu bertemu dirinya kamu akan menyaksikan sebuah wajah yang sudah hampir menua. Sedikit dipenuhi keriput. Kecil, dan sedikit kurus. Tatapan matanya sungguh menusuk dan menyayat.

Kata-katanya tajam seperti suara ranting kering yang patah. Penuh misteri dan penuh rahasia. Ia suka mengatur dan sedikit angkuh. Sekali watu ia akan baik hati kepada semua orang, sekali waktu ia akan “membunuh” orang-orang yang ia kenal.


Jangan sekali-kali berkata yang membuat ia tersakiti, atau membuat ia merasa rendah di hadapan orang. Siap-siap saja kamu akan “dilahap”-nya. Aku kasihan kepadanya. Seharusnya ia cepat-cepat mengubah status kesinggle-annya. Agar ia mampu memperbaiki diri. (Saya tidak paham dengan bait kalimat yang terakhir: mengubah status kesingle-annya?).

O iya,Ia tidak mau orang lain lebih unggul dari padanya. Jangan salah, kamu tidak akan pernah “dilihat” sepandai apapun, sejenius apapun, setangkas apapun, segesit apapun, secerdas apapun, seaktif apapun. Ia selalu merasa dirinya sebagai orang yang paling hebat diantara teman-temannya. (Saya sempat bergidik dengan cerita ini).

Sebagai teman, saya berusaha mendengarkan dengan baik setiap kata yang meluncur dari bibir mungilnya yang imut dan indah. Sejenak rasa kasihan muncul dalam diriku. Saya berpikir, “apakah ia bagitu menderitanya berteman dengan gadis ini?”

Sebagai teman yang baik hati, jujur, tidak sombong, suka menabung, patuh, hormat kepada orang tua, hemat, cermat, dan bersahaja (he he he), saya berusaha sekuat mungkin untuk tidak memerlihatkan ekspresi -kasihan- padanya. Dengan patuh dan ta’dzim, saya mendengarkan setiap detail ceritanya, meskipun lelah ini sudah mendera.

Memang, masalah ngomong, teman saya yang satu ini, luar biasa hebatnya. Jika diladeni terus, sehari tidak bakal habis cerita meluncur dari bibir mungilnya.
Tentang gadis berumur 31 tahun. Saya pernah mendengar sekilas cerita tentangnya.

Sekali waktu saya juga pernah akrab dan bertegur sapa dengannya, bahkan bercengkerama. Dan saya tidak paham kalau gadis berumur 31 tahun sebegitu menakutkannya bagi teman saya. Bagi saya sendiri, keberadaannya sekadar fariasi dalam dunia dongengan saya. Meskipun saya tahu sendiri bagaimana tentang dirinya.
Hari ini aku mendengar suara lantangnya. Dengan mikrofon yang membuat suaranya terlihat lebih menyayat dan menusuk.

Tentangnya aku sudah banyak mendengar kisahnya. Salah satunya adalah sebuah kisah mengenai pertemanannya yang hancur di tengah jalan, sebab masalah yang terlihat sepele bagi saya.

Sebab teman dekatnya hendak menikah, ia rela menghancurkan sebuah hubungan pertemanan yang sudah terjalin sekian lama. Sebab pastinya belum jelas, namun menurut sebuah sumber yang sempat saya dengar dari seorang nenek tua yang sempat bercerita kepadaku, hubungan mereka retak sebab teman dekatnya tidak memberi kabar saat hendak menikah. Wow, sebegitu parahkah?

Bukan maksud ingin mencocok-cocokkan masalah. Saya sedang merenung saja. Saat kemarin, satu bulan yang lalu tepatnya, teman saya melangsungkan akad nikah, ia tidak hadir dalam resepsi itu. Apakah karena sebuah kebetulan? Saya tidak tahu, hatilah yang mengetahui.

Seorang gadis berumur 31 tahun. Hari itu, adalah hari resepsinya. Kebetulan saya dimintai tolong oleh teman saya. Dengan segenap tenaga dan pikiran yang saya miliki, saya mengikuti acara itu dengan seksama.

Dalam waktu yang begitu panjang, saya melewati setiap kegiatan demi kegiatan. Sungguh melelahkan. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 wib, tamu undangan sudah semakin sedikit yang hadir. Dalam kurun waktu 6 jam, saya memerhatikan setiap tamu undangan yang hadir. Beberapa tamu undangan ada yang saya kenal dengan baik. Banyak pula teman-teman yang satu profesi dengan saya.

Sebab saya mengetahui tentang teman dekat orang yang diceritakan oleh teman saya itu, saya menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu sudah selesai, tamu undangan sudah pulang satu-persatu. Rumah sudah mulai kosong. Orang yang saya tunggu-tunggu tak kunjung datang.

Sudah saatnya saya berpamitan dengan tuan rumah. Buku tamu saya tutup. Dalam hati saya berkata, “selamat jalan wahai Gadis, mengapa kamu tidak hadir dalam acara sepenting ini? Tidakkah kau tahu, ini adalah acara resespsi teman dekat kamu yang sempat kamu hadirkan dalam hatimu? Bukankah kamu sudah pernah menganggap ia sebagai bagian dari kehidupanmu?”

Aku berpamitan. Pikiranku melayang-layang. Teringat akan sebuah cerita masa lalu dari seorang nenek yang menceritakan sebuah kisahnya. Adalah kisah yang sama seperti hari ini. Saya berpikir, “apakah kisah itu akan terulang lagi pada hari ini?” Mudah-mudahan tidak, sebab, sungguh menderita sekali. Gadis itu sudah 31 tahun.
Pojok Sekolah, 12 Maret 2010

Tidak ada komentar: