Minggu, 06 Juni 2010

Tenggorokan yang Mriyayi

Oleh: Rosyidah Purwo
@#$%^!@#$%^&^*, itulah ekspresi saya saat pertama kali mendengar sebuah obrolan antar ibu-ibu muda di sela-sela waktu mereka. Begini ceritanya. Seorang ibu sedang berkomentar tentang makanan yang menjadi menu sarapan pagi mereka saat itu.

Karena terburu-buru berangkat menunaikan tugas mulianya sebagai ibu guru, ibu-ibu muda ini tidak sempat sarapan. Sebagai pengganti sarapan pagi, mereka membeli beberapa jajan anak ala kadarnya yang kebetulan pagi itu sudah tersedia di kantin sekolah.

Demi mengganjal perut yang belum terisi apa-apa, ibu-ibu ini membeli jajan Dadar Gulung. Itu lhoh jajan pasar yeng bahan dasar terigu dan telor (sebagai pembungkus) dan isi dalemnya adalah parutan kelapa yang dicampur gula jawa terus dimasak. Wah, mak nyos dech rasanya! Belum pernah mencoba? Harus nyoba. Bakal nyesel dunia akherat! Hi hi hi.

Terus, karena perut belum kenyang dengan sebutir, upst sebutir, sepotong dadar gulung maksudnya, yang berukuran dua ibu jari orang gendut dewasa, maka si ibu-ibu ini menambahkan isi perutnya dengan mengambil beberapa jajan anak.

Rupa-rupanya jajan anak yang disediakan oleh si Mbak-mbak kantin memang membikin tangan ibu-ibu muda ini “gatal” untuk mengambil. Jadi, si Ibu-ibu ini dengan serta merta mengambil saja jajan-janan yang tersedia. Tidak terlalu banyak tentunya.
Mereka tetap ingat statusnya yang sudah bukan anak-anak lagi kok.

Eit, ada jenis jajanan baru rupanya. Seperti umumnya orang kebanyakan, apalagi ini adalah Ibu-ibu yang memiliki rasa penasaran tinggi dengan jenis makanan, maka dicobalah jenis jananan baru ini. Dilah...“Pang-Pang”.

Tahu bukan? Itu lhoh, snack yang memiliki warna kuning, bentuknya kecil dan imut, tengahnya berlobang, dan pinggirnya berlekuk-lekuk hampir seperti bintang. Terus keras dan...aromanya gurih dan sedaaaaaap. Rasanya.....hmm....pedes, asin, gurih, dan...lezaaaaat...begitulah kira-kira.

Sebagai kawan setempat duduk, aku ikut-ikutan mencoba. Dahsyat! Luar biasa! Dalam hitungan detik, satu bungkus jajanan anak itu ludes habis. He he he, bukan masalah lahap, tapi isinya itu yang super sedikit.

Dengan harga lima ratus rupiah, dapat mengambil satu bungkus “Pang-Pang”. Dijamin dapat dihitung isinya. Tidak percaya? Hitung saja kalau ada kesempatan beli, pasti pinter dech. Dibuka bungkusnya, dituang...,di mana aja kek, yang penting bisa untuk ngitung, lalu hitunglah. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas…dua puluh satu! Hi hi hi, isinya 21 biji.

Nah, sekarang kembali lagi pada masalah si Ibu-ibu yang sedang sarapan jajan di kantin. Setelah mencoba jajanan ini, salah seorang Ibu berkomentar saat seorang temannya yang sesama ibu tadi berkata, “aduh, rasanya ditenggorokan itu...” sambil menunjukkan ekspresi seorang yang kurang cocok dengan rasa makanan di tenggorokan.

Lalu cletekukan ini ditimpali oleh temannya sesama ibu yang sama-sama mencicipi jajan yang sama, “hѐ hѐ hѐ,” tertawanya kalem aja ya...sebab memang begitulah ekspresi tertawa ala Ibu yang satu ini. “Tenggorokan priyayi,” sambil melebarkan senyum 2cm x 2cm-nya.

“Hah, tenggorokan priyayi?” timpalku yang setengah kaget dan heran mendengar istilah baru.

“Iya, tidak terbiasa dengan rasa seperti ini.” Ia berseloroh. Mau tahu maksud “rasa seperti ini” ya...itu tadi yang saya tulis diatas. Asin, pedes, gurih, renyah, dan...rasa penyedapnya banyak deh. Begitulah kira-kira. “Angger nyong tah apa-apa mlebu,” tambahnya dengan logat khas Banyumasnya.

Hm, hm, hm, ternyata mpriyayi tidak hanya pada cara ngomong, bagian dalam organ tubuh-pun ternyata dapat jatah julukan priyayi juga. Weleh, weleh, weleh.

Lha, kalau orang-orang bangsa seperti saya ini, apanya yang dapat jatah julukan “Priyayi” ya? Nunggu disunting bangsa priyayi barangkali ya...he he he.

Wisma Pereng
Beside of Central Jail Purwokerto City
Jumat, 040610, 21.06

Tidak ada komentar: