Minggu, 06 Juni 2010

Pak Pos dan Piagam Penghargaan

Oleh: Rosyidah Purwo
Berawal dari melihat iklan di media on line yang saya buka melalui goole, saya mengikuti lomba penulisan buku pengayaan untuk SD, SMP, dan SMA yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Nasional RI, di Jakarta. Berhubung saya saat itu adalah sebagai guru SD, maka saya mengajukan lomba untuk kategori SD. Naskah itu adalah naskah puisi yang sempat saya tulis dalam kurun waktu 6 tahun.

Karena merasa karya itu adalah karya yang biasa saja, maka saya tidak pernah memiliki harapan untuk menjadi pemenang. Rupa-rupanya harapan itu dikabulkan. Saya tidak menjadi pemenang, terbukti saat satu tahun setelah pelaksanaan lomba, nama saya tidak tercantum dalam situs yang mengumumkan mengenai pemenang lomba. Tenaaang…tenaaang…rileeeks…rileeeks…no problem!

Februari 2010, saya menemukan satu bendel kertas di atas meja belajar adik saya. Isinya sangat mengejutkan! Adalah, sebuah piagam penghargaan atas kompetisi lomba menulis, dan tiga lembar kertas HVS warna putih berisi tulisan kecil-kecil.

Aku tersenyum saat melihat piagam tersebut. Bukan senyum sedih, tapi senyum bahagia, seeeeebahagia bahagianya. Mengapa? Karena ternyata masih ada kebaikan hati dalam lembaga pendidikan negeriku tercinta, Indonesia raya. Diknas masih sempat mengirimkan piagam penghargaan lhoh.

Lalu saya bertanya pada orang rumah mengenai perihal kertas tersebut. Ceritanya, beberapa minggu lalu, seorang tukang pos ke rumah orang tua saya mengantarkan surat dari Dinas Pendidikan Nasional RI.

Ada cerita menarik dan unik dari peristiwa ini. Menurut cerita dari bu Le’, yang kebetulan sedang bertandang ke rumah, beberapa tetangga merasa penasaran dengan apa yang dibawa oleh pak Pos. Sebab jarang sekali ada tukang Pos yang bertandang ke desa saya.

Karena rumah saya saat itu kebetulan sedang kosong, maka tukang Pos meletakan surat melaui jendela kayu yang berlobang. Dari kejadian ini beberapa tetangga bertanya-tanya mengenai perihal tukang Pos.

Untuk membuka amplop itu ternyata harus menunggu kepulangan saya. Sebab sesuai alamat yang tertera, surat tersebut diajukan kepada saya. Ternyata penantian orang-orang rumah harus pupus harapan. Saya yang ditunggu-tunggu masih disibukkan dengan rutinitas sekolah, maka dengan santai dan enkanya, saya tidak pernah menanyakan kabar di rumah. Bahkan dalam kurun waktu satu bulan tidak pulang ke rumah.

Setelah melalui masa penantian yang cukup lama, tiga hari, konon menurut ceritanya, bu Le’ku membuka amplop besar warna coklat bertuliskan “Dinas Pendidikan Nasional Republik Indonesia”. Rupa-rupanya tetangga saya ini tidak mau ketinggalan informasi perihal amplop coklat dan Tukang Pos, maka setelah bu Le’ku membukanya, tetangga-tetangga ini menanyakannya. Bergerombol dan berdesak tentunya, sambil mulutnya menerka dan menebak-nebak isinya.

Dag, dig, dug, der! Itulah yang dirasakan bu Le’ku saat itu. Saat membuka isinya ternyata, Duar! Kabar yang biasa-biasa saja, bagi saya.

Isi surat itu adalah:
1.Pemberitahuan mengenai kritik dan saran atas karya puisi saya
2.Mengenai berita/iklan dari DIKNAS tentang lomba Penulisan Buku Pengayaan tahun depan.
3.Mengenai ucapan terimakasih DINAS PENDIDIKAN atas keikutsertaan saya sebagai salah satu peserta.

Hal istimewa yang sempat membuat saya tersenyum lebar dari cerita ini adalah, Piagam Penghargaan dari Dinas Pendidikan. Meskipun di sana tidak terdapat tulisan “Pemenang/Juara” saya sudah cukup bangga. Mengapa? sebab piagam ini sempat membuat spot jantung tetangga-tetangga sebelah. He he he. Dasar anak usil!

Pungkuran Street
060610,1652

Tidak ada komentar: