By: Rosyidah Purwo
Tulus adalah segala-galanya untuk hidup. Jangan penah sekalipun kamu mengharapkan balasan dari orang lain atas kebaikan yang pernah kamu lakukan. Atas tawa, canda, dan gurauan yang pernah kamu lakukan untuk orang lain.
Jangan pernah menganggap sedikitpun, bahwa, tawa, canda, yang kamu lakukan tidak memberikan kebahagiaan untuk orang lain.
Sering kali kita dihadapkan pada permasalahan aka sebuah tanya pada sebuah hal. “Mengapa aku diperlakukan sepereti ini, padahal aku sudah cukup baik sama dia?”, “Mengapa sikapnya seperti itu, padahal aku sudah baik sama dia? Apa yang salah pada diri saya?”
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, kerap kali membuat pikiran dan hati terasa terbebani. Padahal belum tentu orang lain seperti apa yang kita pikirkan. Kakau toh pada kenyatannya betul, bahwa apa yang dilakukan orang lain sama seperti apa yang kita pikirkan, tidak perlu bersusah hati.
Berlapang dada, hadapi kenyataan. Sengaja saya tidak menampilkan tips, tersenyum, sebab belum tentu orang yang berlapang dada dapat melakukan senyum dengan mudah. Kadang ada orang yang benar-benar hatinya tulus, namun untuk tersenyum sungguh sangat sulit.
Saya bekerja pada sebuah lembaga pendidikan yang cukup terkenal di wilayahnya. Lembaga ini mengembangkan diri dalam bidang pendidikan. Dalam proses pengembangannya, lembaga ini terbilang berkembang sangat pesat.
Tentunya perkembangan ini, menuntut sebuah kinerja professional pada seluruh karyawan dan tenaga pendidiknya. Eenergik, cerdas, mandiri, tekun, dan sebagainya adalah hal wajib yang harus dikantongi oleh seluruh karyawan dan tenaga pendidik. Tak lain dan tak bukan, tuntutan semacam ini menciptakan sebuah lingungan kerja yan. serius. Hal semacam ini rawan sekali mendatangkan konflik. Konflik batin, social, dan sejenisnya.
Sebagai individu yang homo homini lupus, yang mana tidak dapat terlepas dari interaksi dengan orang lain, sedikit banyak, pasti pernah mengalaminya. Merasa sudah berbuat baik, sudah bekerja secara benar dan sesuai prosedur, sudah ramah-tamah, sopan, jujur, masih ada saja yang protes atau tidak suka dengan kinerja yang telah dilakukan.
Tidak menajdi masalah, sebab sepertinya ini sudah menajdi hukum alam. Yang dipermasalahkan di sini adalah, bagaimana cara dapat menyikapinya.
Pernah suatu ketika, saat saya masih sebagai tenaga pendidik baru, yang masih membawa idealism kemahasiswaan saya, dapat dipastikan hampir setiap hari, senyum dan tawa tidak pernah ‘mampir’ di wajah saya. Sebab apa yang ada di dalam lingkungan tempat kerja saya masih banyak yang tidak sesuai dengan apa yang ada di alam pikiran saya. Andaikan saya adalah selembar kertas, saya adalah kertas yang ditekuk-tekuk dengan bentuk lipatan yang tak jelas.
Bagaimana tidak, berada dalam sebuah lingkungan kerja dengan jam kerja sangat tinggi, berinteraksi dengan beratus anak dan berpuluh rekan sejawat, menghadapi system kerja yang unik, serius, dan professional. Beragam masalah kerap kali muncul.
Maka tak heran jika stress dan pusing kerap kali mampir di kepala saya. Sungguh tidak enak sama sekali. Hidup setiap hari berteman dengan stress dan pusing. Masalah sedikit, stress, ada perubahan sikap pada teman, pusing. Lalu aku berpikir, jika begini terus, kapan aku menikmati hidup?
Sedikit demi sedikit saya berusaha untuk menepis semua pikiran-pikran negative yang kerap kali mampir di kepala saya. Lalu, aku berusaha untuk menikmati apapun yang terjadi di lingkungan kerja saya. Sulit memang. Sebab harus merubah pola pikir, cara bersikap, berkomunikasi, dan yang paling utama adalah, bagaimana memiliki hati lapang.
Saya tidak tahu, apakah sekarang saya sudah berhasil menaklukan si ‘rasa gengsi’ yang kerap kali membuat kepala serasa ckot-ckoooot, ckot-ckoooot. Jelasnya, sekarang saya sudah merasa lebih enak dan nyaman dengan sikap saya yang lebih banyak tersenyum, menyatu dengan lingkungan, berkomunikasi, tidak sensitive, dan yang jelas adalah lapang dada.
Sering-seringlah melontarkan gurauan, canda, senyum, bahkan kalau perlu tawa. Ini akan membuat sehat pikiran, hati, dan jasmani.
Mau? Lakukan saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar